Saturday, November 3, 2007

Internasionalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Jasa

Sekian lama perdagangan internasioanal dibidang jasa kurang mendapat perhatian dalam teori perdagangan. Jasa dianggap sebagai barang "non-traded" dan memiliki potensi pertumbuhan yang minimal. Ekspansi sektor jasa dianggap hanya sebagai produk sampingan khususnya dari pertumbuhan sektor industri manufaktur. Non-tradability dari jasa timbul karena transaksi jasa mensyaratkan adanya interaksi langsung antara produsen dan konsumen (perusahaan dan rumah tangga). Biaya transaksi, entah itu diukur dalam waktu, jarak, prosedur imigrasi, bea cukai, dan lain sebagainya, dianggap terlalu besar untuk memungkinkan terjadinya sebuah transaksi jasa. COntoh klaik yang sering muncul di buku-buku literatur adalah terlampau mahalnya biaya yang harus dibayar seorang konsumen bila harus ke luar negeri hanya untuk memotong rambut. Namun, dalam kenyataanya berbagai bentuk dilakukan. Turis Indonesia yang melancong ke Singapura, mahasiswa bekerja di Malaysia, pelayanan perbankan Citibank di Indonesia, serta jasa pelayanan dan telekomunikasi internasional adalah sebagian contohnya. Terlebih lagi, kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi yang pesat akhir-akhir ini sangat signifikan meningkatkan tradability dan internasionalisasi dari komoditi jasa. Kontribusi dan peran perdagangan jasa bahkan diyakini semakin besar dan strategis di masa datang.
Menurut Gene dan Sampson (1985), transaksi jasa secara internasional dapat digolongkan dalam empat bentuk, yakni (i) konsumen berpindah ke negara tempat produsen jasa (misalnya turis dan studi mahasiswa di luar negeri); (ii) perusahaan sebagai produsen jasa berpindah ke negara tempat konsumen (penanaman modal asing) dalam bentuk bank, restoran, perusahaan konsultan hukum); (iii) individu-individu sebagai produsen jasa berpindah ke negara tempat konsumen (tenaga kerja sementara di luar negeri, termasuk tenaga dokter, pengacara, arsitek); (iv) hubungan antar negeara (cross border) antara konsumen dan produsen jasa dilakukan melalui jaringan pos dan telekomunikasi. Konsep perdagangan internasional dalam bidang jasa dalam kaitan ini mencakup kegiatan penanaman modal asing (PMA), perpindahan tenaga kerja, dan transaksi internasional. Konsep ini juga diadopsi dalam General Agreement on Trade in Service (GATS).
Berbagai pembatasan akses penyediaan jasa dari luar negeri ataupun produsen jasa luar negeri ke pasar domestik menyebabkan tingginya hambatan pasar. Hambatan-hambatan yang diterapkan pada perdagangan komoditi barang, seperti subsidi, tarif, quota, dan pajak. Namun tidak itu saja. Seperti berbagai regulasi ekonomi dari pemerintah negara tuan rumah yang berlaku di pasar domestik juga dapat menghambat terjadinya transaksi internasional dalam bidang jasa.
Empat bentuk umum dari hambatan-hambatan perdagangan jasa (Hoekman dan Primo Braga, 1977). Pertama, quota, kandungan lokal (local content), dan penutupan akses merupakan jenis-jenis hambatan kuantitatif dalam perdagangan Jasa. Namun, mengingat karakter dari komoditi jasa yang tidak dapat dilihat secara fisik dan bisa disimpan, hambatan-hambatan kuantitatif tersebut biasanya lebih diterapkan pada produsen penyedia jasa. Sebagai contoh: perjanjian bilateral (dan reciprocal) dalam pelayanan angkutan udara atau air service agreements (ASA) mengatur jumlah dan jenis maskapai, kota yang disinggahi, serta kapasitas pesawat yang diperbolehkan. Apabila Pemerintah Indonesia membuka Jalur Tokyo-Denpasar untuk tiga kai penerbangan per minggu bagi maskapai Japan Airlines (JAL) dengan kapasistas 300 penumpang. Pemerintah Jepang juga harus membuka akses yang serupa bagi maskapai nasional Garuda. Contoh yang lain terkait dengan penyediaan air minum di Jakarta oleh Perusaha Palyja yang merupakan perusahaan joint-venture antara PDAM DKI dan sebuah perusaha air minum dari Perancis. Kerjasama semacam ini dimungkinkan setelah Pemerintah Indonesia membuka akses bagi penanaman modal asing dalam penyediaan air minum yang sebelumnya sama sekali tertutup. Juga, pembatan akses internet di beberapa negara atas dasar pertimbangan perlindungan hak cipta, kontrol terhadap pornografi, dan perlindungan anak secara tidak langsung juga merupakan hambatan dalam transaksi jasa.
Kedua, perdagangan jasa dapat juga dihambat oleh penerapan instrumen-instrumen yang terkait dengan harga (price based instruments). Tarif pada perdagangan jasa misalnya bisa dikenakan pada produsen jasa pada wkatu memasuki wilayah negara, dalam bentuk biaya untuk memperoleh visa atau pun pajak masuk dan keluar wilayah negara. Tarif juga bisa dikenakan pada jasa yang menyatu dalam produk-produk tertentu seperti program televisi, film, program software, atau pun pada barang-barang yang diperlukan sebagai input dalam produksi jasa seperti komputer dan alat-alat telekomunikasi. Pengontrolan harga (price control) merupakan instrumen harga yang digunakan secara lebih luas dan efektif daripada pengenaan tarif dalam membatasi perdagangan jasa. Pengontrola harga kerap diterapkan berbarengan dengan pembatasan-pembatasan kuantitatif ini umumnya ditujukan untuk menghindari pembentukan harga monopoli (penetapan tarif dasar listrik dan telepon) atau sebaliknya mengkoreksi harga pasar (penetapan harga minimum tiket angkuran penumpang udara). Terakhir, instrumen harga yang membatasi tranksasi jasa internasional juga dapat berbentuk pemberian subsidi bagi industri-industri tertentu, termasuk subsidi pemerintah pada pelayanan kereta api publik yang banyak mengalami kesulitan keuangan.
Ketiga, ketentuan standarisasi, lisensi, dan procurement merupakan bentuk hambatan dalam perdagangan jasa. Standar baku lingkungan misalnya harus dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan jasa di bidang transportasi dan turisme. Sementara itu, lisensi umumnya disyaratkan bagi penyedia jasa profesional atau mereka yang berkecimpung di industri tertentu seperti perbankan. Dokter, akuntan, dan pengacara hukum asing umumnya harus memperoleh lisensi terlebih dahulu dari pemerintah tuan rumah atau pun asosiasi-asosiasi profesi nasional. Ketentuan pengadaan barang (procurement), terutama yang terkait dengan tranksaksi dengan pemerintah, baik secara eksplisit maupun implisit kerap menguntungkan produsen jasa yang berasal dari dalam negeri dan membatasi akses bagi penyedia jasa dari luar negeri.
Keempat, perdagangan jasa juga bisa dihambat oleh adanya perlakuan diskriminatif dalam memanfaatkan jaringan distribusi lokal. Banyak penyedia jasa luar negeri yang dalam operasinya perlu memanfaatkan jaringan distribusi atau pun telekomunikasi lokal. Hambatan akan muncul aoabila pengelola jaringan telekomunikasi lokal, misalnya melakukan praktek diskriminatif terhadap kelompok-kelompok pelanggannya atau pun memaksa kelompok pelanggan tertentu untuk membangun infrastruktur interkoneksi ke jaringan yang ada. Di Industri angkutan udara, maskapai asing akan sangat dirugikan bila jaringan komputer untuk reservasi tiket nasional tidak memasukkan nama mereka atau pun bila kinerja pelayanan bagasi dan kargo domestik jauh dari memadai. Di industri restoran dan waralaba makanan, penyedia jasa asing sering harus mengimpor sebagian besar bahan baku, dengan konsekuensi harga menjadi tinggi, sebagai akibat belum terbangunnnya jaringan pasokan lokal yang mumpuni.
Penyediaan jasa-jasa berperan vital dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Produk pertanian akan terangkat nilai tambahnya bila didukung oleh fasilitas transportasi dan pergudangan yang baik. Daya saing produk sektor industri di pasar internasional sangat bergantung pada jaringan komunikasi dan transportasi, seperti layanan pelabuhan laut dan pelayaran, yang dapat diandalkan. Pembiayaan aktivitas ekonomi memerlukan dukungan lembaga-lembaga keuangan yang efisien, terpercaya dan sehat. Layanan perhotelan dan rumah makan merupakan elemen-elemen pendukung yang tidak dapat diabaikan dalam pengembangan industri pariwisata dan turisme suatu negara.
Pengalama menunjukkan bahwa proteksi terhadap perdagangan jasa sering harus ditebus dengan biaya mahal. Banyak motif melatar belakangi kebijakan proteksi tersebut, entah itu kebijakan melindungi industri bayi (infant industry) di negara-negara berkembanga atau pun kepentingan dan lobby politik kelompok tertentu di negara-negara maju. Tidak jarang kebijakan proteksi tersebut didasari oleh sentimen nasionalisme, kecemburuan, atau pun ketidakrelaan melihat perusahaan atau pun profesional asing "menguasai" pasar jasa domestik. Namun, harga yang dibayar kebijakan proteksionisme berkepanjangan sangat mahal. Sejumlah maskapai nasional Indonesia yang sekian lama berlindung dibalik perlindungan pemerintah, hingga kini tidak kunjung pulih dari kesulitan operasional, hidup dari topangan subsidi pemerintah, dan gagap bersaing ketika pasar bebas dibuka.
Liberalisasi dalam bidang jasa diyakini mendorong kenaikan efisiensi dan kesejahteraan nasional. Keuntungan-keuntungan bervariasi dari besarnya dorongan untuk melakukan inovasi, penurunan harga akibat turunnya margin keuntungan, penurunan biaya produksi, sampai lebih bervariasi pilihan produk bagi konsumen. Kembali mengambil contoh bisnis angkutan udara. Dengan membuka akses pasar dalam negeri bagi operator swasta domestik dan asing. Penumpang angkutan udara di Indonesia sekarang ini bisa menikmati layanan jasa penerbangan yang lebih efisien dan dengan harga tiket yang terjangkau. Jaringan dan frekuensi penerbangan juga meningkat drastis, yang pada gilirannya membantu melancarkan aktivitas ekonomi nasional.
Menyadari petingnya sektor jasa yang efisien dan kompetitif, banyak negara dewasa ini melakukan liberalisasi perdagangan jasa pada dasarnya mencakup langkah-langkah memperluas akses bagi penyedia jasa asing dan atau sehubungan dengan banyaknya hambatan perdagangan jasa berakar dari regulasi-regulasi ekonomi domestik, lieralisasi perdagangan jasa terkadang memerlukan dukungan langkah-langkah deregulasi ekonomi. Selain itu, perbedaan peraturan antar negara, seperti perbedaan peraturan akreditasi kelompok profesi, sering menghambat lalu lintas perdagangan jasa. Dalam kaitan ini, harmonisasi peraturan di negara-negara mitra dagang kadang juga masuk dalam paket liberalisasi perdagangan jasa.