Thursday, November 8, 2007

teori integrasi moneter

Teori Integrasi Moneter
Menurut Balassa, kerjasama dibidang moneter merupakan tahapan terakhir dari tahapan integrasi keuangan. Kerjasama moneter, dalam tahap yang lebih mendalam, memungkinkan suatu kawasan untuk melakukan integrasi kebijakan moneter dan membentuk uang tunggal.Dalam konterk integrasi moneter, bentuk integrasi moneter yang paling dasar adalah monetary union, dimana negara-negara yang tergabung dalam kerjasama tersebut secara bersama menetapkan nilai tukar tetap (mata uang masing-masing negara anggota di-peg terhadap suatu mata uang jangkar) dan menjalankan kebijakan moneter bersama. Sementara bentuk integrasi moneter yang paling maju adalah currency union, yang didefinisikan sebagai sebuah kawasan dengan mata uang tunggal serta memiliki otoritas moneter bersama (bank sentral) di kawasan tersebut (Ngian dan Yuen, 2002).Teori integrasi moneter yang paling berpengaruh hingga saat ini adalah teori mengenai optimum currency areas (OCA) yang dikemukakan untuk pertama kalinya oleh Robert A.Mundell pada tahun 1961 yang selanjutnya dikenal sebagai pelopor teori OCA. Krugman dan Obstfeld (2000) selanjutnya mendefinisikan OCA sebagai sebuah kelompok negara-negara dalam suatu kawasan yang perekonomiannya terkait erat terutama karena faktor perdagangan (barang dan jasa) serta mobilitas faktor produksi. Definisi ini merupakan hasil dari observasai Krugman dan Obstfeld yang menyimpulkan bahwa sebuah kawasan yang menetapkan suatu nilai tukar tetap diantara negara anggota akan berhasil mewujudkan tujuan-tujuan terkait dengan kawasan nilai tukar tetap tersebut apabila tingkat output dan keterkaitan sektor perdagangan di antara negara-negara tersebut tinggi.Teori OCA memfokuskan perhatian pada berbagai kriteria yang harus terpenuhi sebelum negara-negara dalam suatu kawasan bergabung membentuk suatu monetary union. Kriteria ini disusun sedemikian rupa sehingga dapat menghindarkan kawasan tersebut baik secara keseluruhan maupun secara individual negara dari berbagai dampak ekonomi yang tidak dinginkan paska pembentukan monetary union sekaligus untuk memaksimalkan manfaat dari adanya integrasi moneter tersebut.Literatur yang terkait dengan OCA pada umumnya mengemukakan empat kriteria utama untuk membentuk sebuah monetary union:a. Interdependensi di bidang perdaganganNegara-negara yang terintegrasi cukup tinggi di bidang perdagangan internasional akan mendapatkan manfaat yang relatif lebih besar apabila berada dalam payung OCA, mengingat adanya keseragaman nilai mata uang akan menghemat biaya transaksi dan mengurangi resiko yang berkaitan dengan penggunaan mata uang yang berbeda. Oleh karena itu, saling ketergantungan (interdependency) di bidang perdagangan ini merupakan kriteria paling penting bagi pembentukan OCA.b. Symmetry of shocksKriteria ini mengacu pada kemungkinan bahwa negara-negara dengan siklus bisnis yang simetris mempunyai peluang lebih besar untuk menjadi anggota OCA. Sebagaimana disebutkan oleh Mundell bahwa suatu kawasan dnegan respons atas shock yang simetris memungkinkan untuk mengambil kebijakan moneter yang sama. Peter Kenen, sebagaimana disebutkan oleh Shin dan Wang (2002), juga menggarisbawahi hal serupa dimana tingkat industri atau diversifikasi produk merupakan determinan dari symmetry of shocks. Apabila terdapat dua kawasan yang masing-masing mempunyai spesialisasi untuk beberapa jenis produk, maka kedua kawasan tersebut akan mempunyai reaksi atas shock yang sangat berbeda satu sama lain. Sebaliknya, apabila dua kawasan tersebut mempunyai struktur industri serta memproduksi jenis barang yang identik, maka reaksi kedua kawasan tersebut terhadap shock akan serupa.c. Mobilitas faktor produksiApabila mobilitas tenaga kerja dan modal memungkinkan, maka shock didalam negeri dapat diredam tanpa menimbulkan biaya penyesuaian yang tinggi. Oleh karena itu, negara-negara yang berkeinginan untuk bergabung dalam suatu monetary union haruslah membebaskan arus lalu lintas faktor produksi antar negara dalam kawasan dimaksud. Persyaratan adanya mobilitas faktor produksi ini pada dasarnya merupakan mekanisme compensating adjustment dalam suatu kawasan bermata uang tunggal. Namun, McKinnon (1963) menyebutkan bahwa adanya kawasan bermata uang tunggal dalam format OCA itu sendiri dapat mempengaruhi mobilitas faktor produksi, dengan demikian mobilitas faktor produksi ini dapat dianggap sebagai ex post facto dalam pemenuhan kriteria pembentukan mata uang tunggal.d. Konvergensi kebijakan makroekonomiKriteria ini penting mengingat apabila negara-negara dalam suatu kawasan mempunyai sasaran kebijakan yang berbeda, maka kepentingan mereka pun beleh jadi berseberangan satu sama lain dalam menghadapi suatu external shock yang sama, dengan demikian sistem koordinasi untuk stabilitas nilai tukar dapat dengan mudah goyah.Dari keempat kriteria di atas, kriteria respon asimetrik terhadap gejolak eksternal merupakan pusat kajian dari berbagai studi empiris terkait dengan kriteria OCA. Analisis terutama ditujukan untuk mengetahui apakah negara-negara yang berpartisipasi dalam suatu monetary union mempunyai reaksi yang simetris terhadap shock.Eichengreeen (2005) kemudian juga menambahkan empat prakondisi bagi terbentuknya sebuah monetary union, sebagai prakondisi yang sebaiknya dipenuhi oleh kawasan apabila akan menuju monetary union. Prakondisi sebagaimana disebutkan dalam teori OCA memang penting namun belum mencukupi untuk membentuk sebuah OCA dikawasan. Keempat prakondisi tersebut adalah sebagai berikut:a. Kemampuan untuk mendelegasikan kebijakan moneter kepada sebuah lembaga internasional, dimana lembaga dimaksud haruslah akuntabel, representatif, efisien, dan efektif.Monetary union melibatkan sebuah mata uang tunggal dimana faktor penawarannya ditentukan oleh sebuah bank sentral regional. Esensi dari monetary unification oleh karena itu adalah sebuah perjanjian untuk membentuk lembaga internasional di mana masing-masing negara peserta bersedia untuk mendelegasikan kewenangan mereka dalam menentukan beberapa jenis kebijakan kepada suatu lembaga internasioanal.Dari sudut pandang teori politik, terdapat empat hal yang harus diperhatikan terkait dengan lembaga supranasional ini (Berglof et.al 2003 dalam Eichengreen, 2005). Pertama, lembaga tersebut haruslah akuntabel. Disini pemimpin lembaga tersebut haruslah mampu mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang diambil kepada para stakeholder-nya. Kedua, lembaga tersebut haruslah dapat mewakili dan mempertimbangkan kepentingan berbagai kelompok. Ketiga, lembaga tersebut haruslah efisien dan mempunyai kapabilitas untuk mengambil keputusan yang terbaik ditengah berbagai pendapat dan konflik kepentingan. Keempat, lembaga tersebut haruslah efektif, ini berarti lembaga tersebut mempunyai kemampuan untuk melaksanakan kebijakan sesuai dengan waktu yang ditentukan.b. Kebijakan moneter yang transparanSyarat kedua bagi sebuah mata uang tunggal adalah kebijakan moneter yang transparan. Transparansi penting dalam rangka menciptakan kebijakan moneter yang efektif, serta sebagai sebuah upaya untuk menyeimbangkan trade off antara rules dan discretion dalam wacana kebijakan moneter. Sebuah kebijakan yang statis seringkali mengabaikan faktor dinamisme perkembangan perekonomian, sementara suatu kebijakan yang berlandaskan pada discretion mempunyai potensi untuk menimbulkan masalah ketidakkonsistenan dalam kurun waktu tertentu.c. Rejim capital account yang terbukaPenerapan mata uang tunggal dengan nilai tukar yang seragam disuatu kawasan yang terintegrasi mengharuskan adanya rejim yang membebaskan lalu lintas transaksi keuangan. Hal ini berarti bahwa negara-negara di kawasan tersebut haruslah menghapus rejim kontrol atas transaksi neraca modal dan keuangan (capital and financial account) sebelum membentuk suatu monetary union, sebagaimana kawasan Eropa yang telah membebaskan kontrol atas arus modal satu dasawarsa sebelum pembentukan ECB dan penerbitan euro.d. mekanisme tranmisi kebijakan moneter yang konvergenPrakondisi terakhir bagi terbentuknya monetary union adalah adanya suku bunga yang ditentukan mekanisme pasar dan mekanisme transmisi kebijakan moneter yang konvergen di antara negara-negara kawasan tersebut. Contoh yang biasa dikemukakan adalah apabila bank sentral regional menaikkan suku bunga sebagai respons atas tekanan inflasi dikawasan tersebut. Apabila respons atas kebijakan kontraksi moneter ini berbeda di masing-masing negara, baik dari sisi timing maupun dampaknya pada sektor riel, maka biaya yang ditimbulkan menjadi beragam di antara negara-negara tersebut. Kerugian yang ditimbulkan dari adanya perbedaan resiko yang dihadapi oleh masing-masing negara ini diperhitungkan lebih tinggi dibandingkan apabila setiap negara menghadapi resiko yang sejenis secara individual.

Saturday, November 3, 2007

Internasionalisasi dan Liberalisasi Perdagangan Jasa

Sekian lama perdagangan internasioanal dibidang jasa kurang mendapat perhatian dalam teori perdagangan. Jasa dianggap sebagai barang "non-traded" dan memiliki potensi pertumbuhan yang minimal. Ekspansi sektor jasa dianggap hanya sebagai produk sampingan khususnya dari pertumbuhan sektor industri manufaktur. Non-tradability dari jasa timbul karena transaksi jasa mensyaratkan adanya interaksi langsung antara produsen dan konsumen (perusahaan dan rumah tangga). Biaya transaksi, entah itu diukur dalam waktu, jarak, prosedur imigrasi, bea cukai, dan lain sebagainya, dianggap terlalu besar untuk memungkinkan terjadinya sebuah transaksi jasa. COntoh klaik yang sering muncul di buku-buku literatur adalah terlampau mahalnya biaya yang harus dibayar seorang konsumen bila harus ke luar negeri hanya untuk memotong rambut. Namun, dalam kenyataanya berbagai bentuk dilakukan. Turis Indonesia yang melancong ke Singapura, mahasiswa bekerja di Malaysia, pelayanan perbankan Citibank di Indonesia, serta jasa pelayanan dan telekomunikasi internasional adalah sebagian contohnya. Terlebih lagi, kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi yang pesat akhir-akhir ini sangat signifikan meningkatkan tradability dan internasionalisasi dari komoditi jasa. Kontribusi dan peran perdagangan jasa bahkan diyakini semakin besar dan strategis di masa datang.
Menurut Gene dan Sampson (1985), transaksi jasa secara internasional dapat digolongkan dalam empat bentuk, yakni (i) konsumen berpindah ke negara tempat produsen jasa (misalnya turis dan studi mahasiswa di luar negeri); (ii) perusahaan sebagai produsen jasa berpindah ke negara tempat konsumen (penanaman modal asing) dalam bentuk bank, restoran, perusahaan konsultan hukum); (iii) individu-individu sebagai produsen jasa berpindah ke negara tempat konsumen (tenaga kerja sementara di luar negeri, termasuk tenaga dokter, pengacara, arsitek); (iv) hubungan antar negeara (cross border) antara konsumen dan produsen jasa dilakukan melalui jaringan pos dan telekomunikasi. Konsep perdagangan internasional dalam bidang jasa dalam kaitan ini mencakup kegiatan penanaman modal asing (PMA), perpindahan tenaga kerja, dan transaksi internasional. Konsep ini juga diadopsi dalam General Agreement on Trade in Service (GATS).
Berbagai pembatasan akses penyediaan jasa dari luar negeri ataupun produsen jasa luar negeri ke pasar domestik menyebabkan tingginya hambatan pasar. Hambatan-hambatan yang diterapkan pada perdagangan komoditi barang, seperti subsidi, tarif, quota, dan pajak. Namun tidak itu saja. Seperti berbagai regulasi ekonomi dari pemerintah negara tuan rumah yang berlaku di pasar domestik juga dapat menghambat terjadinya transaksi internasional dalam bidang jasa.
Empat bentuk umum dari hambatan-hambatan perdagangan jasa (Hoekman dan Primo Braga, 1977). Pertama, quota, kandungan lokal (local content), dan penutupan akses merupakan jenis-jenis hambatan kuantitatif dalam perdagangan Jasa. Namun, mengingat karakter dari komoditi jasa yang tidak dapat dilihat secara fisik dan bisa disimpan, hambatan-hambatan kuantitatif tersebut biasanya lebih diterapkan pada produsen penyedia jasa. Sebagai contoh: perjanjian bilateral (dan reciprocal) dalam pelayanan angkutan udara atau air service agreements (ASA) mengatur jumlah dan jenis maskapai, kota yang disinggahi, serta kapasitas pesawat yang diperbolehkan. Apabila Pemerintah Indonesia membuka Jalur Tokyo-Denpasar untuk tiga kai penerbangan per minggu bagi maskapai Japan Airlines (JAL) dengan kapasistas 300 penumpang. Pemerintah Jepang juga harus membuka akses yang serupa bagi maskapai nasional Garuda. Contoh yang lain terkait dengan penyediaan air minum di Jakarta oleh Perusaha Palyja yang merupakan perusahaan joint-venture antara PDAM DKI dan sebuah perusaha air minum dari Perancis. Kerjasama semacam ini dimungkinkan setelah Pemerintah Indonesia membuka akses bagi penanaman modal asing dalam penyediaan air minum yang sebelumnya sama sekali tertutup. Juga, pembatan akses internet di beberapa negara atas dasar pertimbangan perlindungan hak cipta, kontrol terhadap pornografi, dan perlindungan anak secara tidak langsung juga merupakan hambatan dalam transaksi jasa.
Kedua, perdagangan jasa dapat juga dihambat oleh penerapan instrumen-instrumen yang terkait dengan harga (price based instruments). Tarif pada perdagangan jasa misalnya bisa dikenakan pada produsen jasa pada wkatu memasuki wilayah negara, dalam bentuk biaya untuk memperoleh visa atau pun pajak masuk dan keluar wilayah negara. Tarif juga bisa dikenakan pada jasa yang menyatu dalam produk-produk tertentu seperti program televisi, film, program software, atau pun pada barang-barang yang diperlukan sebagai input dalam produksi jasa seperti komputer dan alat-alat telekomunikasi. Pengontrolan harga (price control) merupakan instrumen harga yang digunakan secara lebih luas dan efektif daripada pengenaan tarif dalam membatasi perdagangan jasa. Pengontrola harga kerap diterapkan berbarengan dengan pembatasan-pembatasan kuantitatif ini umumnya ditujukan untuk menghindari pembentukan harga monopoli (penetapan tarif dasar listrik dan telepon) atau sebaliknya mengkoreksi harga pasar (penetapan harga minimum tiket angkuran penumpang udara). Terakhir, instrumen harga yang membatasi tranksasi jasa internasional juga dapat berbentuk pemberian subsidi bagi industri-industri tertentu, termasuk subsidi pemerintah pada pelayanan kereta api publik yang banyak mengalami kesulitan keuangan.
Ketiga, ketentuan standarisasi, lisensi, dan procurement merupakan bentuk hambatan dalam perdagangan jasa. Standar baku lingkungan misalnya harus dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan jasa di bidang transportasi dan turisme. Sementara itu, lisensi umumnya disyaratkan bagi penyedia jasa profesional atau mereka yang berkecimpung di industri tertentu seperti perbankan. Dokter, akuntan, dan pengacara hukum asing umumnya harus memperoleh lisensi terlebih dahulu dari pemerintah tuan rumah atau pun asosiasi-asosiasi profesi nasional. Ketentuan pengadaan barang (procurement), terutama yang terkait dengan tranksaksi dengan pemerintah, baik secara eksplisit maupun implisit kerap menguntungkan produsen jasa yang berasal dari dalam negeri dan membatasi akses bagi penyedia jasa dari luar negeri.
Keempat, perdagangan jasa juga bisa dihambat oleh adanya perlakuan diskriminatif dalam memanfaatkan jaringan distribusi lokal. Banyak penyedia jasa luar negeri yang dalam operasinya perlu memanfaatkan jaringan distribusi atau pun telekomunikasi lokal. Hambatan akan muncul aoabila pengelola jaringan telekomunikasi lokal, misalnya melakukan praktek diskriminatif terhadap kelompok-kelompok pelanggannya atau pun memaksa kelompok pelanggan tertentu untuk membangun infrastruktur interkoneksi ke jaringan yang ada. Di Industri angkutan udara, maskapai asing akan sangat dirugikan bila jaringan komputer untuk reservasi tiket nasional tidak memasukkan nama mereka atau pun bila kinerja pelayanan bagasi dan kargo domestik jauh dari memadai. Di industri restoran dan waralaba makanan, penyedia jasa asing sering harus mengimpor sebagian besar bahan baku, dengan konsekuensi harga menjadi tinggi, sebagai akibat belum terbangunnnya jaringan pasokan lokal yang mumpuni.
Penyediaan jasa-jasa berperan vital dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Produk pertanian akan terangkat nilai tambahnya bila didukung oleh fasilitas transportasi dan pergudangan yang baik. Daya saing produk sektor industri di pasar internasional sangat bergantung pada jaringan komunikasi dan transportasi, seperti layanan pelabuhan laut dan pelayaran, yang dapat diandalkan. Pembiayaan aktivitas ekonomi memerlukan dukungan lembaga-lembaga keuangan yang efisien, terpercaya dan sehat. Layanan perhotelan dan rumah makan merupakan elemen-elemen pendukung yang tidak dapat diabaikan dalam pengembangan industri pariwisata dan turisme suatu negara.
Pengalama menunjukkan bahwa proteksi terhadap perdagangan jasa sering harus ditebus dengan biaya mahal. Banyak motif melatar belakangi kebijakan proteksi tersebut, entah itu kebijakan melindungi industri bayi (infant industry) di negara-negara berkembanga atau pun kepentingan dan lobby politik kelompok tertentu di negara-negara maju. Tidak jarang kebijakan proteksi tersebut didasari oleh sentimen nasionalisme, kecemburuan, atau pun ketidakrelaan melihat perusahaan atau pun profesional asing "menguasai" pasar jasa domestik. Namun, harga yang dibayar kebijakan proteksionisme berkepanjangan sangat mahal. Sejumlah maskapai nasional Indonesia yang sekian lama berlindung dibalik perlindungan pemerintah, hingga kini tidak kunjung pulih dari kesulitan operasional, hidup dari topangan subsidi pemerintah, dan gagap bersaing ketika pasar bebas dibuka.
Liberalisasi dalam bidang jasa diyakini mendorong kenaikan efisiensi dan kesejahteraan nasional. Keuntungan-keuntungan bervariasi dari besarnya dorongan untuk melakukan inovasi, penurunan harga akibat turunnya margin keuntungan, penurunan biaya produksi, sampai lebih bervariasi pilihan produk bagi konsumen. Kembali mengambil contoh bisnis angkutan udara. Dengan membuka akses pasar dalam negeri bagi operator swasta domestik dan asing. Penumpang angkutan udara di Indonesia sekarang ini bisa menikmati layanan jasa penerbangan yang lebih efisien dan dengan harga tiket yang terjangkau. Jaringan dan frekuensi penerbangan juga meningkat drastis, yang pada gilirannya membantu melancarkan aktivitas ekonomi nasional.
Menyadari petingnya sektor jasa yang efisien dan kompetitif, banyak negara dewasa ini melakukan liberalisasi perdagangan jasa pada dasarnya mencakup langkah-langkah memperluas akses bagi penyedia jasa asing dan atau sehubungan dengan banyaknya hambatan perdagangan jasa berakar dari regulasi-regulasi ekonomi domestik, lieralisasi perdagangan jasa terkadang memerlukan dukungan langkah-langkah deregulasi ekonomi. Selain itu, perbedaan peraturan antar negara, seperti perbedaan peraturan akreditasi kelompok profesi, sering menghambat lalu lintas perdagangan jasa. Dalam kaitan ini, harmonisasi peraturan di negara-negara mitra dagang kadang juga masuk dalam paket liberalisasi perdagangan jasa.

Tuesday, October 23, 2007

ekonom sebagai ilmuwan

Ekonom sebagai ilmuwan


Setiap bidang ilmu memiliki bahasa dan cara berpikirnya masing-masing. Matematikawan berbicara mengenai aksioma, integral dan ruang vektor. Psikolog berbicara mengenai ego, identitas diri, dan disonansi kognitif. Pengacara berbicara mengenai tempat kejadian perkara, dakwaan dan kesepakatan.
Para ekonom mencoba menyelesaolam pokok permasalahan mereka dengan obyektivitas seorang ilmuwan. Mereka melakukan pendekatan studi ekonomi dengan cara yang sama dengan seorang fisikawan ketika mempelajari material dan seorang ahli biologi ketika mempelajari kehidupan: menciptakan teori-teori, mengumpulkan data, menganalisisnya sebagai usaha pembuktian, serta mencari kesalahan teori-teori mereka.
Bagi pemula, sepertinya aneh untuk menyatakan bahwa ilmu ekonomi merupakan sains karena para ekonom tidak bekerja dengan menggunakan tabung percobaan atau teleskop. Namun, inti sains adalah metode ilmiah--pengembangan dan pengujian teori yang obyektif mengenai bagaimana dunia bekerja. Metode penelitian ini dapat diterapkan untuk mempelajari perekonoian suatu negara sebagaimana diterapkan untuk mempelajari gravitasi bumi atau evolusi spesies. Seperti yang dikatakan Albert Einstein, "seluruh ilmu pengetahuan tidak lain adalah perbaikan pemikiran setiap hari".
Walaupun komentar Einstein benar bagi ilmu-ilmu sosial seperti ekonomi dan juga benar bagi ilmu-ilmu alam seperti fisika, sebagian besar orang tidak terbiasa melihat masyarakat melalui cara pandang seorang ilmuwan.


Metode Ilmiah: observasi, teori dan observasi lagi
Isaac Newton, ilmuwan dan matematikawan terkenal dari abad ke-17, menurut cerita menjadi penasaran saat suatu hari melihat sebuah apel jatuh dari pohonnya. Observasi ini mendorong Newton untuk mengembangkan sebuah teori gravitasi yang diterapkan bukan hanya pada sebuah apel yang jatuh ke bumi tetapi juga pada dua buah obyek apa pun di alam semesta ini. Pengujian berikutnya dari teori Newton telah menunjukkan bahwa teori tersebut berlaku dalam banyak keadaan (walaupun, seperti yang nantinya ditekankan oleh Einstein, tidak berlaku dalam semua keadaan). Karena teori Newton berhasil menjelaskan observasi, saat ini teori Newton masih diajarkan dalam kuliah-kuliah fisikan diseluruh dunia.
Keadaan saling mempengaruhi antara teori dan observasi juga terjadi dalam ilmu ekonomi. Seorang ekonom mungkin tinggal di sebuah negara yang sedang mengalami kenaikan harga-harga dengan cepat dan tergerak oleh pengamatan ini untuk mengembangkan teori inflasi. Teori tersebut mungkin menegaskan bahwa inflasi yang tinggi terjadi apabila pemerintah mencetak terlalu banyak uang. Untuk menguji teori ini, para ekonom mengumpulkan dan menganalisis data harga-harga dan uang dari berbagai negara. Bila pertumbuhan dalam jumlah uang ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan kenaikan harga-harga, ekonom tersebut akan mulai meragukan keasbsahan teori inflasinya. Bila pertumbuhan uang dan inflasi ternyata berkaitan erat dan didukung data internasional, yang memang merupakan fakta, ekonom akan menjadi lebih yakin atas teorinya.
Walaupun para ekonom menggunakan teori dan observasi seperti para ilmuwan lainnya, mereka menghadapi rintangan yang menyebabkan tugas mereka sangat menantang: eksperimen sering kali sulit dilakukan dalam ilmu ekonomi. Para fisikawan yang sedang mempelajari gravitasi dengan mudah dapat menjatuhkan obyek apa pun di laboratorium untuk mengumpulkan data dalam rangka menguji teori mereka. Sebaliknya, para ekonom yang sedang mempelajari inflasi tidak boleh dengan mudahnya memanipulasi kebijakan moneter suatu negara untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Para ekonom, seperti para astronomi dan para ahli biologi evolusioner biasanya harus mengumpulkan data dari berbagai kejadian nyata yang diberikan dunia kepada mereka, apa adanya.
Untuk menggantikan eksperimen laboratorium, para ekonom memberikan perhatian besar pada eksperimen-eksperimen alamiah yang terjadi dalam sejarah. Ketika perang Timur Tengah menganggu aliran minyak mentah, misalnya, harga minyak melambung di seluruh dunia. Bagi para konsumen minyak dan produk minyak, kejadian seperti itu menurunkan standar hidup. Bagi para pembuat kebijakan ekonomi, sulit membuat pilihan bagaimana cara memberikan tanggapan terbaik. Namun bagi para ilmuwan ekonomi, kejadian seperti itu memberikan pelung untuk mempelajari dampak sumber daya alam terutama terhadap perekonomian dunia, dan peluang ini bertahan lama bahkan sampai setelah perang berakhir. Bagian-bagian ini sangat berharga untuk dipelajari karena memberikan kita pemahaman mengenai perekonomian masa lampau dan lebih penting lagi, karena memungkinkan kita untuk menjelaskan dan mengevaluasi teori-teori ekonomi masa kini.


Peran Asumsi-Asumsi
Apabila anda bertanya kepada seorang fisikawan berapa lama waktu yang dibutuhkan sebuah kelereng untuk jatuh dari puncak gedung berlantai sepuluh, fisikawan tersebut akan menjawab dengan mengasumsikan bahwa kelereng jatuh dalam ruang vakum. Tentu saja, asumsi ini salah. Kenyataannya, gedung tersebut dikelilingi oleh udara, yang menimbulkan gesekan pada kelereng yang jatuh dan memperlambat kecepatannya. Namun, fisikawan tersebut mungkin akan mengasumsikan bahwa gesekan pada kelereng sangat kecil sehingga efeknya dapat diabaikan. Mengasumsikan kelereng jatuh dalam ruang vakum sangat menyederhanakan masalah tanpa secara substansial mempengaruhi jawaban.
Para ekonom membuat asumsi-asumsi untuk alasan yang sama: asumsi-asumsi dapat menyederhanakan dunia yang kompleks dan menjadikannya lebih mudah dipahami. Untuk mempelajari dampak perdagangan internasional, misalnya, kita dapat mengasumsikan bahwa dunia hanya terdiri atas dua negara dan tiap negara hanya menghasilkan dua jenis barang. Tentu saja, dunia nyata terdiri atas banyak negara dan masing-masing menghasilkan ribuan jenis barang yang berbeda. Namun dengan mengasumsikan dunia negara dan dua jenis barang, kita dapat memusatkan perhatian kita. Sekali kita memahami perdagangan internasional dalam dunia hayalan dengan dua negara dan dua jenis barang, kita dapat memahami perdagangan internasional dalam dunia yang lebih kompleks yang kita tempati ini dengan lebih baik.
Seni dalam berpikir ilmiah--dalam fisika, biologi, atau ekonomi--adalah menentukan asumsi-asumsi yang dibuat. Misalnya, anggaplah bahwa kita menjatuhkan sebuah bola dari puncak gedung, alih-alih kelereng. Seorang fisikawan akan menyadari bahwa asumsi tanpa gesekan semakin kurang akurat dalam kasus ini. Gesekan menimbulkan gaya yang lebih besar pada bola dibanding pada kelereng karena bola berukuran lebih besar. Asumsi bahwa gravitasi bekerja dalam ruang vakum masuk akal untuk mempelajari kelereng yang jatuh tapi tidak untuk mempelajari bola yang jatuh.
Sama halnya, para ekonom menggunakan asumsi-asumsi yang berbeda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berbeda. Anggaplah kita ingin mempelajari apa yang terjadi pada perekonomian ketika pemerintah mengubah jumlah uang dalam sirkulasi. Bagian penting dari analisis ini adalah bagaimana harga-harga berubaha kerena hal tersebut. Banyak harga tidak sering berubah dalam perekonomian; misalnya harga majalah hanya berubah setiap beberapa tahun. Mengetahui tentang dakta ini akan menuntun kita dalam membuat asumsi-asumsi berbeda ketika mempelajari dampak dari perubahan kebijakan untuk jangka waktu yang berbeda. Untuk mempelajari dampak jangka pendek dari kebijakan tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa harga-harga tidak berubah banyak. Kita bahkan dapat membuat asumsi ekstrem dan menipu, yaitu bahwa semua harga tetap. Akan tetapi, untuk mempelajari jangka panjang dari kebijakan tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa semua harga sangat fleksibel. Seperti seorang fisikawan dapat menggunakan asumsi-asumsi yang berbeda ketika mempelajari kelereng dan bola yang jatuh, para ekonom menggunakan asumsi-asumsi yang berbeda ketika mempelajari dampak jangka pendek dan jangka panjang akibat perubahan jumlah uang.


Model-model Ekonomi
Ahli biologi mengajarkan anatomi dasar dengan tiruan tubuh manusia dari plastik. Model-model ini memiliki organ-organ utama, yaitu jantung, hati, ginjal dan seterusnya. Model ini memungkinkan pengajar untuk menunjukkan kepada para siswa, secara sederhana bagaimana bagian-bagian tubuh yang penting dapat saling bersesuaian. Tentu saja, model plastik tidak sama dengan tubuh manusia sebenarnya, dan tidak akan ada seorang pun mengatakan bahwa model itu merupakan manusia asli. Model-model ini sengaja dibuat dengan mengabaikan banyak bagian kecil. Namun, sekalipun model ini tidak nyata, mempelajarinya justru sangat bermanfaat untuk mengetahui bagaimana tubuh manusia bekerja.
Para ekonom juga menggunakan model-model untuk mempelajari dunia, namun bukan dengan bahan plastik. Model-model yang mereka gunakan sering tersusun atas diagram-diagram dan persamaan-persamaan. Seperti model plastik yang dipergunakan ahli biologi, model-model ekonomi mengabaikan banyak bagian kecil untuk memungkinkan kita melihat apa yang sebenarnya penting. Sama halnya seperti model yang digunakan ahli biologi yang tidak mencakup seluruh otot dan pembuluh darah tubuh, model yang digunakan seorang ekonom juga tidak mencakup setiap bagian perekonomian.
Begitu kita menggunakan model-model untuk menelaah berbagai isu ekonomi, kita akan melihat bahwa semua model dibangun dengan asumsi. Seperti seorang fisikawan memulai analisis jatuhnya kelereng dengan mengasumsikan bahwa gesekan dapat diabaikan, para ekonom juga mengasumsikan tidak adanya bagian-bagian kecil perekonomian yang tidak relevan dalam mempelajari pertanyaan yang sedang dihadapi. Semua model--dalam fisika, biologi, atau ekonomi--menyederhanakan kenyataan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman kita.

Monday, October 22, 2007

mengapa para ekonom tidak pernah sepaham

Mengapa Para Ekonom Tidak Pernah Sepaham

"Bila semua ekonom ditempatkan dari ujung ke ujung, mereka tidak akan mencapa suatu kesimpulan". Sindiran dari George Bernard Shaw ini membuka pemikiran kita. Para ekonom sebagai suatu kelompok seringkali menuai kritik karena memberikan saran yang saling bertentangan kepada para pembuat kebijakan. Presiden Ronald Reagen sekali waktu melontarkan lelucon, apabila permainan Trivial Pursuit dirancang bagi para ekonom, permainan tersebut akan memiliki 100 pertanyaan dan 3.000 jawaban.Mengapa para ekonom sering memberikan saran yang saling bertentangan kepada para pembuat kebijakan? ada dua alasan dasar:(1). Para ekonom mungkin tidak setuju atas keabsahan teori-teori positif alternatif mengenai bagaimana dunia bekerja.(2). Para ekonom mungkin memiliki nilai-nilai yang berbeda dan, oleh sebab itu memiliki pandangan normatif yang berbeda mengenai kebijakan yang seharusnya dilakukan.
Perbedaan-Perbedaan dalam Penilaian IlmiahBeberapa abad lalu, para astronom berdebat manakah di antara bumi dan matahari yang merupakan pusat tata surya. Baru-baru ini, para ahli meteorologi berdebat apakah bumi sedang menghadapi pemanasan global, dan apabila demikian, mengapa. Ilmu pengetahuan merupakan pencarian atas pemahaman mengenai dunia di sekitar kita. Tidaklah mengejutkan bahwa ketika pencarian terus berlanjut, para ilmuwan bisa berselisih paham mengenai arah yang tepat untuk menemukan kebenaran.Para ekonom sering tidak setuju dengan alasan serupa. Ekonomi merupakan ilmu baru, dan masih banyak yang harus dipelajari. Para ekonom kadang-kadang berselisih paham karena mereka memiliki dugaan-dugaan yang berbeda mengenai keabsahan teori alternatif atau mengenai ukuran parameter-parameter penting.Sebagai contoh, para ekonom tidak setuju mengenai apakah pemerintah harus memungut pajak berdasarkan pendapatan rumah tangga atau pembelanjaan rumah tangga. Para pendukung perubahan dari pajak pendapatan ke pajak pengeluaran percaya bahwa perubahan tersebut akan mendorong rumah tangga untuk menabung lebih banyak, karena pendapatan yang ditabung tidak akan dikenai pajak. Tabungan yang lebih tinggi kemudian akan membawa pertumbuhan yang lebih pesat dalam produktivitas dan standar hidup. Para pendukung sistem pajak pendapatan percaya bahwa tabungan rumah tangga tidak akan banyak merespons perubahan undang-undang pajak. Kedua kelompok ekonom ini memegang pandangan normatif berbeda mengenai sistem pajak karena mereka memiliki pandangan positif berbeda mengenai respons tabungan terhadap insentif pajak.

Perbedaan-Perbedaan dalam NilaiBanyangkan bahwa Peter dan Paul mengambil jumlah air yang sama dari sumur kota. Untuk membayar biaya pemeliharaan sumur, kota mengenakan pajak kepada para warganya. Peter memiliki pendapatan $50.000 dan dikenakan pajak $5.000, atau 10 persen dari pendapatannya. Paul memiliki pendapatan $10.000 dan dikenakan pajak $2.000, atau 20 persen dari pendapatannya.Apakah kebijakan ini tidak adail? Bila tidak, siapa yang membayar terlalu besar dan siapa yang membayar terlalu kecil? apakah ada bedanya jika pendapatan Paul yang rendah ini disebabkan oleh cacat medis yang dideritannya, atau karena keputusannya untuk berkarier dalam dunia seni peran? apakah ada bedanya jika pendapatan Peter yang tinggi adalah karena warisan yang besar, atau karena kerelaannya mengerjakan sesuatu yang membosankan dengan jam kerja yang banyak?Ini adalah pertanyaan-pertanyaan sulit yang sering mengundang perselisihan paham dimasyarakat. Bila kota ini menyewa dua ahli untuk mempelajari bagaimana seharusnya kota tersebut mengenakan pajak kepada warganya untuk membayar biaya sumur, kita tidak akan terkejut apabila mereka memberikan saran yang saling bertentangan.Contoh sederhana ini memperlihatkan mengapa para ekonom kadang-kadang berselisih paham mengenai kebijakan publik. Seperti yang telah diketahui adanya analisis positif dan normatif, kebijakan-kebijakan tidak bisa dinilai atas dasar-dasar ilmiah saja. Para ekonom kadang-kadang memberikan saran yang saling bertentangan karena mereka memiliki nilai-nilai yang berbeda. Menyempurnakan ilmu ekonomi tidak akan mengungkapkan kepada kita apakah Peter atau Paul yang membayar terlalu banyak.
Persepsi versus RealitasKarena adanya perbedaan dalam penilaian-penilaian ilmiah dan nilai-nilai, beberapa perbedaan pendapat di antara para ekonom tidak terhindarkan. Namun, kita tidak boleh membesar-besarkan perbedaan pendapat itu. Dalam banyak kasus, para ekonom memberikan pandangan yang seragam.Dalam survei yang dilakukan terhadap para ekonom di dunia bisnis, pemerintahan, dan akademik. Dalil pertama adalah mengenai pengendalian biaya sewa. Hampir semua ekonom percaya bahwa pengendalian biaya sewa berdampak buruk terhadap ketersediaan dan kualitas perumahan, dan merupakan cara yang memakan biaya sangat besar dalam menolong anggota masyarakat yang paling membutuhkan. Meskipun demikian, banyak pemerintah kota memilih untuk mengabaikan saran para ekonom dan menempatkan batas tertinggi pada biaya sewa sehingga para pemilik rumah sewaan membebankannya kepada para penyewanya.Dali kedua adalah mengenai tarif dan kuota impor, dua kebijakan yang membatas perdagangan antarbangsa. Hampir semua ekonom menentang pembatasan-pembatsan terhadap perdagangan bebas. Meskipun demikian, selama bertahun-tahun, Presiden dan Kongres memilih untuk membatasi impor barang-barang tertentu. Pada tahun 2002, misalnya, pemerintahan Presiden Bush membebankan tarif yang tinggi pada baja untuk melindungi produsen baja domestik dari persaingan asing. Pada kasus ini, para ekonom memberikan saran yang seragam, namun para pembuat kebijakan memilih untuk mengabaikannya.Mengapa kebijakan-kebijakan seperti pengendalian biaya sewa dan pembatasan perdagangan tetap berlangsung bila para ahli bersatu menentangnya? alasanya bisa jadi karena para ekonom belum meyakinkan masyarakat umum bahwa kebijakan-kebijakan inilah yang diinginkan.


Referensi: the fundamental of economics by N.Gregory Mankiw

ekonom sebagai penasehat kebijakan

Ekonom sebagai penasihat kebijakan

Seringkali ekonom diminta menjelaskan penyebab-penyebab terjadinya banyak peristiwa ekonomi. Misalnya, mengapa pengangguran pekerja remaja lebih tinggi dibandingkan pekerja yang lebih tua? Kadang-kadang ekonom diminta mengusulkan kebijakan-kebijakan untuk memperbaiki hasil-hasil ekonomi. Misalnya, apa yang harus dilakulan oleh pemerintah untuk memperbaiki kesejahteraan pekerja remaja? Ketika para ekonom mencoba menjelaskan pada dunia, mereka bertindak sebagai ilmuwan. Ketika mereka mencoba untuk memperbaikinya, mereka bertindak sebagai penasihat kebijakan.Untuk membantu menjelaskan dua peranan yang dimainkan para ekonom, kita mulai dengan membahas penggunaan bahasa. Karena ilmuwan dan penasihat kebijakan memiliki tujuan yang berbeda, mereka menggunakan bahsa dalam cara yang berbeda.Sebagai contoh, anggaplah bahwa dua orang sedang membahas undang-undang upah minimum. Berikut ini adalah dua pernyataan yang mungkin anda dengar:
Polly: undang-undang upah minimum menyebabkan pengangguran.Norma: pemerintah seharusnya menaikkan upah minimum.
Terlepas dari apakah anda setuju atau tidak dengan pernyataan-pernyataan tersebut, perhatikan bahwa Polly dan Norma memiliki perbedaan mengenai hal yang sedang mereka lakukan. Polly berbicara seperti seorang ilmuwan: Polly sedang membuat pernyataan mengenai bagaimana dunia bekerja. Norma berbicara seperti seorang penasihat ekonomi: Norma sedang membuat pernyataan mengenai bagaimana ia ingin mengubah dunia.Secara umum, pernyataan mengenai dunia terdiri atas dua jenis. Jenis yang pertama, seperti pernyataan Polly, adalah jenis positif. Pernyataan positif (positive statements) bersifat deskriptif. Pernyataan positif berbicara mengenai bagaimana dunia yang sebenarnya. Jenis yang kedua, seperti pernyataan Normam, bersifat normatif. Pernyataan normatif (normative statements) bersifat memberikan petunjuk. Pernyataan normatif berbicara mengenai bagaimana dunia yang seharusnya.Perbedaan utama antara pernyataan positif dan normatif adalah bagaimana kita menilai keabsahannya. Secara prinsip, kita dapat mengeaskan atau menyangkal suatu pernyataan dengan memeriksa bukti-bukti. Seorang ekonom dapat mengevaluasi pernyataan Polly dengan menganalisis data tentang perubahan upah minimum dan perubahan tingkat pengangguran sepanjang tahun. Sebaliknya, mengevaluasi pernyataan normatif melibatkan nilai-nilai dan fakta-fakta. Pernyataan Norma tidak bisa dinilai dengan menggunakan data saja. Memutuskan kebijakan yang baik atau yang buruk bukanlah masalah sains belaka. Hal ini melibatkan pandangan-pandangan kita mengenai etika, agama, dan filsafat politik.Tentu saja, pernyataan positif dan normatif dapat saling terkait. Pandangan-pandangan positif kita mengenai bagaimana dunia bekerja mempengaruhi pandangan-pandangan normatif kita mengenai kebijakan-kebijakan yang diharapkan. Klaim Polly bahwa upah minimum menyebabkan pengangguran, apabila benar, dapat membuat kita menolak kesimpulan Norma bahwa pemerintah seharusnya menaikkan upah minimum. Namun kesimpulan normatif kita tidak bisa muncul dari analisis positif saja; kesimpulan normatif juga melibatkan pertimbangan-pertimbangan nilai.Ketika anda mempelajari ekonomi, ingatlah perbedaan antara pernyataan positif dan normatif. Sebagian besar ilmu ekonomi hanya mencoba menjelaskan bagaimana perekonomian bekerja. Namun, sering kali tujuan ilmu ekonomi adalah memperbaiki cara kerja perekonomian. Ketika mendengar para ekonom membuat pernyataan normatif, anda mengetahui bahwa mereka telah menyeberang dari tugasnya sebagai ilmuwan menjadi penasihat kebijakan.Presiden Harry Truman suatu kali mengatakan bahwa dia ingin mencari seorang ekonom yang "bersisi satu". Ketika Truman meminta kebijakan kepada para ekonomnya, mereka selalu menjawab, "Di satu sisi, ...Di sisi lain,..."Truman benar saat ia menyadari bahwa sara para ekonom tidaklah mudah dipahami. Kecenderungan ini berakar pada salah satu dari sepuluh prinsip ekonomi: orang menghadapi tradeoff. Para ekonom sadar bahwa tradeoff dilibatkan dalam sebagaian besar pembuatan keputusan mengenai kebijakan. Sebuah kebijakan dapat meningkatkan efisiensi dengan mengorbankan pemerataan. Kebijakan tersebut dapat menolong generasi masa depan namun merugikan generasi sekarang. Seorang ekonom yang mengatakan bahwa semua keputusan kebijakan adalah hal yang mudah, adalah seorang ekonom yang tidak dapat dipercaya.Truman bukanlah satu-satunya presiden yang mengandalkan saran-saran para ekonom. Sejak tahun 1946, semua presiden AS telah menerima saran dari Dewan Penasihat Ekonomi, terdiri atas tiga anggota dan staf beranggotakan puluhan ekonom. Dewan tersebut, yang kantornya terletak hanya beberapa langkah dari Gedung Putih tidak memiliki tugas lain selain menasihati presiden dan menulis laporan ekonomi presiden dari tahun ke tahun.Presiden juga menerima masukan-masukan dari para ekonom di berbagai departement administratif. Para ekonom di Departemen Keuangan membantu menyusun kebijakan pajak. Para ekonom di Departemen Tenaga Kerja menganalisis data para pekerja dan pencari kerja dalam rangka membantuk merumuskan kebijakan-kebijakan pasar tenaga kerja. Para ekonom di Departemen Kehakiman membantu menegakkan undang-undang antimonopolit (antitrust).Para ekonom juga dapat ditemukan di luar cabang administratif pemerintah. Untuk memperoleh evaluasi-evaluasi proposal kebijakan yang independen, Kongres mengandalkan saran-saran dari Kantor Anggaran Belanja Parlemen, yang stafnya terdiri atas para ekonom. Bank Sentral, institusi kebijakan moneter pemerintah mempekerjakan ratusan ekonom untuk menganalisis perkembangan perekonomian di AS dan seluruh dunia.Pengaruh para ekonom pada kebijakan melebihi peranan mereka sebagai penasihat: Penelitian-penelitian dan tulisan-tulisan mereka mempengaruhi kebijakan secara tidak langsung. Ekonom John Maynard Keynes mengajukan pengamatan berikut:

"Pemikiran-pemikiran para ekonom dan filsuf politik, baik benar maupun salah, jauh lebih kuat dari yang umumnya diyakini. Sesungguhnya, dunia sangat diatur oleh pemikiran-pemikiran ini. Orang-orang praktis, yang percaya bahwa mereka cukup bebas dari pengaruh-pengaruh intelektual, biasanya menjadi budak beberapa ekonom yang sudah meninggal. Orang-orang gila yang sedang berkuasa, yang mendengar suara-suara di udara, sedang menyaring kegilaan dari beberapa penulis akademis beberapa tahun sebelumnya".


Walaupun kata-kata ini ditulis pada tahun 1935, kata-kata tersebut tetap berlaku saat ini. Sesungguhnya, "penulis akademik" yang sekarang sedang mempengaruhi kebijakan publik kerap kali adalah Keynes sendiri.


Referensi: The fundamental of economics by N. Gregory Mankiw

Sunday, October 21, 2007

Model Ekonomi

Review Microeconomics Advance:

Model Ekonomi
Seperti yang telah diketahui oleh sebagian besar dari anda, ekonomi biasanya didefinisikan sebagai studi tentang alokasi sumberdaya yang langka diantara penggunaan-penggunaan akhir yang bersaingan. Defini ini menekankan dua ciri penting dalam ekonomi yang akan menjadi pusat perhatian kita. Pertama, sumberdaya produktif yang langka--Mereka tidak tersedia dalam jumlah yang memadai untuk memuaskan semua keinginan manusia. Kelangkaan ini menetapkan berbagai batasan baik dalam pilihan yang tersedia bagi masyarakat maupun kesempatan yang terbuka bagi para anggotanya: Tidak ada seorang individu pun yang dapat menggunakan lebih dari 24 jam dalam satu hari. Pilihan-pilihan harus dibuat tentang bagaimana sumberdaya ini dipergunakan. Keharusan untuk membuat pilihan-piliha ini mengarah pada ciri kedua dalam definisi ekonomi ini: perhatian untuk menemukan bagaimana pilihan-pilihan ini sebenarnya dibuat. Dengan meneliti kegiatan konsumen, produsen, pemasok sumber daya, pemerintah dan pemberi suara, para ekonom berusaha memahami bagaimana sumberdaya dialokasikan.

Model-Model Teoritis
Ciri yang paling mengejutkan dalam setiap sistem perekonomian adalah kompleksitas keseluruhannya. Beribu-ribu perusahaan terlibat dalam memproduksi jutaan barang yang berbeda. Jutaan individu bekerja dalam berbagai jenis pekerjaan dan membeli berbagai jenis produk, yang berkisar kacang sampai mobil trailer untuk rumah. Dan dengan satu cara tertentu, semua tindakan tersebut harus dikoordinasikan. Misalnya, ambillah kacang. Kacang harus ditanam pada saat yang tepat, harus dikirimkan kepada para pengolah untuk mengubahnya menjadi mentega kacang, minyak kacang, kacang garing, dan berbagai makanan lainnya. Para pengolah ini pada gilirannya harus memastikan bahwa produk mereka tiba diribuan tempat eceran dalam jumlah yang sesuai untuk memenuhi setiap permintaan.
Karena ciri-ciri perekonomian seperti ini tidak dapat digambarkan dengan perincian yang lengkap, maka para ekonom memilih untuk meringkas kompleksitas yang luas dalam perekonomian di dunia nyata ini dan mengembangkan model-model yang lebih sederhana untuk menangkap "inti" dari proses ekonomi. Seperti sebuah peta jalan yang berguna, sekalipun peta tersebut tidak mencatat setiap rumah atau setiap rumput yang ada dijalan, model ekonomi untuk pasar kacang misalnya, juga sangat berguna sekalipun tidak mencatat semua perincian dalam perekonomian kacang. Kita akan melihat bahwa sekalipun model-model ekonomi tersebut berupa abstraksi dari kompleksitas yang sebenarnya dalam dunia nyata, model-model ini tetap menangkap inti tertentu yang terdapat dalam semua kegiatan perekonomian.
Penggunaan model tersebar baik dalam ilmu alam maupun dalam ilmu sosial. Dalam ilmu fisika, gagasan tentang ruang hampa yang "sempurna" atau sebuah gas "ideal" merupakan abstraksi yang memungkinkan para ilmuwan untuk meneliti fenomena dunia nyata dalam situasi yang disederhanakan. Dalam ilmu kimia, gagasan tentang atom atau molekul pada kenyataannya merupakan model yang disederhanakan untuk struktur materi. Para arsitek menggunakan model tiruan untuk merencanakan bangunan. Para teknisi televisi melihat pada diagram untuk menetapkan dimana masalah terdapat. Demikian pula, para ekonom mengembangkan model sebagai alat bantu untuk memahami masalah perekonomian, model-model yang memperlihatkan bagaimana individu-individu membuat keputusan, cara perusahaan berperilaku, dan cara dimana kedua kelompok ini berinteraksi untuk menetapkan pasar.

* Verifikasi Model Ekonomi
Tentu saja, tidak semua model terbukti "baik" atau "benar". Misalnya, model bahwa bumi adalah pusat pergerakan planet yang dirancang oleh Ptolemy akhirnya diabaikan, karena model ini terbukti tidak mampu menerangkan secara akurat bagaimana planet-planet tersebut bergerak mengelilingi matahari. Tujuan penting dalam sebuah penelitian ilmiah adalah memisahkan model-model yang "buruk" dari model-model yang "baik". Dua metode umum yang dipergunakan untuk memverifikasi model ekonomi ini: (1) pendekatan langsung, yang berusaha menetapkan validitas asumsi-asumsi dasar yang menjadi dasar model tersebut; dan (2) pendekatan tidak langsung, yang berusaha mengkonfirmasi validitas dengan menunjukkan bahwa sebuah model yang disederhanakan dapat secara tepat memprediksi kejadian-kejadian dunia nyata.
Model sebuah perusahaan yang berusaha memaksimumkan laba jelas merupakan penyederhanaan dari kenyataan. Model ini mengabaikan motivasi pribadi dari para manajer perusahaan dan tidak membahas konflik di antara mereka. Model ini mengasumsikan bahwa laba adalah satu-satunya sasaran yang relevan bagi perusahaan; sasaran-sasaran lainnya yang mungkin, seperti memperoleh kekuasaan atau prestise, dipandang tidak penting. Model yang sederhana ini mengasumsikan bahwa perusahaan memiliki informasi yang memadai tentang biaya dan sifat pasar ke mana perusahaan tersebut menjual produknya untuk menemukan bagaimana keputusan-keputusan yang memaksimumkan laba itu sebenarnya. Tentu saja kebanyakan perusahaan di dunia nyata tidak dapat memiliki informasi ini dengan segera. Seperti tersirat di atas, tidak ada satu model pun yang dapat menggambarkan kenyataan dengan tepat. Pertanyaan yang sebenarnya adalah apakah model yang sederhana ini dapat menyatakan diri sebagai model yang baik.

*Pengujian Asumsi Secara Langsung
Salah satu pengujian terhadap model perusahaan yang memaksimumkan laba mengambil pendekatan langsung dan meneliti asumsi-asumsi dasarnya: apakah perusahaan benar-benar berusaha memaksimumkan laba? Para ekonom telah meneliti pertanyaan ini dengan mengirimkan kuesioner kepada para eksekutif dan meminta mereka untuk menyatakan sasaran yang mereka kejar. Hasil dari survei tersebut beragam. Para pelaku bisnis sering kali menyebutkan sasaran-sasaran lain di luar laba atau mereka hanya menyatakan bahwa mereka "berusaha sebaik mungkin" dengan mempertimbangkan informasi mereka yang terbatas. Sebaliknya, kebanyakan responden juga menyebutkan "minat" yang besar terhadap laba dan menyatakan pandangan bahwa maksimisasi laba adalah sasaran yang sesuai. Pendekatan langsung untuk menguji asumsi-asumsi model maksimisasi laba ini karena itu terbukti tidak pasti.

*Pengujian Empiris Secara Tidak Langsung
Beberapa ekonom, terutama Milton Friedman, menolak gagasan bahwa sebuah model dapat diuji dengan memeriksa realitas asumsi-asumsinya. Mereka berargumentasi bahwa semua model teoritis didasari oleh asumsi yang "tidak realitis", sifat pengembangan teori ini sendiri menuntut bahwa kita membuat beberapa abstraksi. Para ekonom ini menyimpulkan bahwa satu-satunya cara untuk menetapkan validitas sebuah model adalah dengan melihat apakah model tersebut mampu menerangkan dan memprediksi kejadian-kejadian dunia nyata. Pengujian akhir untuk sebuah model ekonomi adalah ketika model tersebut dihadapkan dengan data dari perekonomian itu sendiri.
Friedman memberikan ilustrasi yang penting tentang prinsip ini. Ia menanyakan jenis teori apa yang akan dipergunakan untuk menerangkan pukulan-pukulan yang dilakukan oleh para pemain bilyar yang ahli. Ia menyatakan bahwa hukum kecepatan, momentum, dan sudut dalam fisika klasik akan merupakan model teoritis yang sesuai. Pemain-pemain bilyar membuat pukulan seolah-olah mereka mengikuti hukum ini. Tetapi jika kita menanyakan kepada para pemain bilyar tersebut apakah mereka memahami prinsip-prinsip fisika dibalik permainan bilyar, tidak diragukan lagi kebanyakan dari mereka akan menjawab tidak. Bagaimana pun juga, hukum fisika memberikan prediksi yang sangat akurat dan harus diterima sebagai model teoritis yang sesuai untuk menerangkan bagaimana permainan bilyar dimaikan oleh para pemain ahli.
Karena itu, pengujian terhadap maksimisasi laba harus diberikan dengan mencoba memprediksi perilaku perusahaan dunia nyata dengan mengasumsikan bahwa perusahaan-perusahaan ini berperilaku seolah-olah mereka memaksimumkan laba. Jika prediksi-prediksi ini secara wajar sesuai dengan kenyataan, maka kita dapat menerima hipotesis maksimisasi laba. Kenyataan bahwa perusahaan menanggapi kuesioner dengan menyangkal setiap usaha untuk memaksimumkan laba tidak merusaka validitas hipotesis dasar tersebut seperti ketika para pemain bilyar menyatakan ketidaktahuan mereka akan hukum-hukum fisika. Jadi, pengujian akhir bagi setiap teori adalah kemampuannya untuk memprediksi kejadian-kejadian dunia nyata.

Referensi: Microeconomic Theory Basic Principles and Extensions, The Dryden Press, 1994, Walter Nicholson.

Inflation Targeting Framework

Inflation Targeting Framework (ITF)

* Defenisi ITF
ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas, sejak berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai "Inflation Targeting lite countries".

* Alasan pemilihan ITF
1. Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter IT didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :
- Memenuhi prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).
- Sesuai dengan amanat UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2004.
- Hasil riset menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter.
- Pengalaman empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang menerapkan ITF berhasil menurunkan inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output.
- Dapat meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian target.
2. Penerapan ITF bukan berarti bahwa bank sentral hanya menaruh perhatian pada inflasi saja, dan tidak lagi memperhatikan pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan dan perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Juga, ITF bukanlah suatu kaidah yang kaku (rule) tetapi sebagai kerangka kerja menyeluruh (framework) untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Fokus ke inflasi tidak berarti membawa perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi (zero inflation).
3. Inflasi rendah dan stabil dalam jangka panjang, justru akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (suistanable growth). Penyebabnya, karena tingkat inflasi berkorelasi positif dengan fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya juga meningkat, sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang akan terjadi di masa mendatang. Akibatnya, suku bunga jangka panjang akan meningkat karena tingginya premi risiko akibat inflasi. Perencanaan usaha menjadi lebih sulit, dan minat investasi pun menurun. Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat investor lebih memilih investasi asset keuangan jangka pendek ketimbang investasi riil jangka panjang. Itulah sebabnya, otoritas moneter seringkali berargumentasi bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya adalah justru kebijakan yang pro pertumbuhan.

*Disain ITF
Sasaran Inflasi
1. Sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Penetapan sasaran inflasi tersebut mempertimbangkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi (trade-off) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Sasaran inflasi yang telah ditetapkan Pemerintah untuk tahun 2005, 2006, dan 2007 masing-masing sebesar 6% ±1%, 5.5%±1%, dan 5,0%±1%. Penetapan lintasan sasaran inflasi ini sejalan dengan keinginan untuk mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang sebesar 3% agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara Asia lainnya.
Catatan : Salah satu isu jangka pendek yang perlu diperhatikan adalah prakiraan inflasi tahun 2005 dan 2006 yang cenderung lebih tinggi dari sasaran, terutama karena dampak administered prices, volatile foods, dan melemahnya nilai tukar yang lebih besar dari perkiraan semula. Demikian pula dalam pembahasan asumsi makro APBN-P 2005 dan RAPN 2006 juga disepakati angka inflasi yang lebih tinggi, yaitu 7,5% untuk tahun 2005 dan 6,5%-8,0% untuk tahun 2006.

*Indikator Kebijakan Moneter
1. Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia akan selalu melakukan analisis dan mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, besaran-besaran moneter dan perkembangan sektor ekonomi dan keuangan secara keseluruhan.
2. Demikian pula, Bank Indonesia akan selalu dan terus memperhatikan langkah-langkah kebijakan ekonomi yang ditempuh Pemerintah. Langkah-langkah koordinasi kebijakan yang selama ini telah berlangsung baik akan terus diperkuat dan ditingkatkan.
3. Analisis dan prakiraan berbagai variabel ekonomi tersebut dipertimbangkan untuk mengarahkan agar prakiraan inflasi ke depan sejalan dengan kisaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan.

*Respon Kebijakan Moneter
1. Tujuan dan bentuk respon kebijakan moneter adalah sbb:
- Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi kedepan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan (konsistensi).
- Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.
- Perubahan (kenaikan atau penurunan) BI Rate dilakukan secara konsisten dan bertahap.
2. Fungsi BI Rate sebagai sinyal kebijakan
- BI Rate adalah suku bunga instrumen sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada RDG triwulan untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, rate rata-rate tertimbang hasil lelang SBI pada setiap kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank Indonesia.
- BI Rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam RDG sebagai sinyal stance kebijakan moneter (yang lebih jelas dan tegas) dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan.
- BI Rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan agar Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang OPT (suku bunga instrumen liquidity adjustment) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga PUAB dan suku bunga jangka yang lebih panjang.
3. Proses penetapan respon kebijakan moneter
- Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dalam RDG triwulanan.
- Respon kebijakan moneter ditetapkan untuk periode satu triwulan ke depan.
- Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dengan memperhatikan efek tunda (lag) kebijakan moneter dalam mempengaruhi inflasi.
- Dalam kondisi yang luar biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan dalam RDG bulanan.
4. Dasar pertimbangan penetapan respon kebijakan
- BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya (inflation gap) dipandang telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.
- BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan mempertimbangkan:
*) Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi, dan
*) Berbagai informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert opinion, asesmen fakto risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.
5. Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (SBI tenor 1 bulan) secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis points (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.


*Operasi Pengendalian Moneter
1. Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter.
2. Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen: (i) Operasi Pasar Terbuka (OPT), (ii) Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities), (iii) Intervensi di pasar valas, (iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan (v) Himbauan moral (moral suassion).
3. Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.


*Koordinasi dengan Pemerintah
1. Koordinasi dengan Pemerintah dimaksudkan agar kebijakan moneter Bank Indonesia sejalan dengan kebijakan umum Pemerintah dibidang perekonomian dengan tetap menjaga tugas dan wewenang masing-masing.
2. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam penetapan sasaran inflasi dilakukan sesuai dengan MoU yang telah disepakati antara Pemerintah (cq. Menteri Keuangan) dengan Bank Indonesia, diantaranya adalah:
- Bank Indonesia menyampaikan usulan Sasaran Inflasi kepada Pemerintah selambat-lambatnya bulan Mei pada tahun sebelum periode sasaran inflasi berakhir.
- Dalam hal terjadi kondisi yang luar biasa sehingga Sasaran Inflasi yang telah ditetapkan menjadi tidak realistis dan perlu direvisa, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan perubahan Sasaran Inflasi setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
3. Pentingnya keterlibatan Pemerintah dalam menetapkan inflasi didasarkan pada pertimbangan beberapa faktor. Pertama, tidak semua sumber inflasi di bawah kendali kebijakan Bank Indonesia. Kebijakan pemerintah turut menyumbang inflasi, diantaranya adalah penetapan administered price, upah minimum regional, gaji pegawai negeri, kebijakan di bidang produksi sektoral, perdagangan domestik dan tata niaga impor. Kebijakan pemerintah lainnya (misalnya di bidang politik, keamanan, dan penegakan hukum) juga secara tidak langsung turut mempengaruhi inflasi. Kedua, kebersamaan komitmen pengendalian inflasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia di atas kertas akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel, karena menjadi "milik bersama". Jika sasaran inflasi sangat kredibel, dalam arti Bank Indonesia dan Pemerintah dinilai akan mampu mencapainya, para pelaku ekonomi akan menyamakan perkiraan inflasi mereka dengan angka sasaran inflasi tersebut. Bila kondisi ini terjadi, Pemerintah dan Bank Indonesia akan lebih mudah menurunkan dan menstabilkan inflasi dalam jangka menengah dan panjang, tanpa harus menelan biaya kebijakan yang terlalu besar.
4. Sebagai tindak lanjut, Bank Indonesia bersama Pemerintah telah membentuk tim penetapan sasaran, pemantauan, dan pengendalian inflasi (selanjutnya disebut Tim Pengendalian Inflasi) yang beranggotakan beberapa departemen teknis. Adapun tugas tim tersebut antara lain mencakup pemberian usul mengenai sasaran inflasi, mengevaluasi sumber-sumber dan potensi tekanan inflasi serta dampaknya terhadap pencapaian sasaran inflasi, merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung pencapaian sasaran inflasi, serta melakukan diseminasi mengenai sasaran dan upaya pencapaian sasaran inflasi kepada masyarakat. Diharapkan pembentukan Tim Pengendalian Inflasi ini akan meningkatkan koordinasi antara otoritas moneter dengan Pemerintah secara keseluruhan, sehingga sasaran inflasi menjadi tujuan bersama yang credible dan achievable.
5. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah juga dilakukan dalam penetapan asumsi-asumsi makro untuk bahan penyusunan RAPBN, baik melalui rapat koordinasi dengan Departemen Keuangan (dan instansi terkait) maupun dalam pembahasan dengan DPR.
Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah mengenai kebijakan di bidang perekonomian lainnya dilakukan dalam Sidang Kabinet maupun pertemuan-pertemuan lainnya sesuai dengan perkembangan dan permasalahan yang terjadi.


*Transparansi Kebijakan Moneter
1. Kebijakan moneter dikomunikasikan secara berkesinambungan kepada masyarakat untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan moneter dalam membentuk ekspektasi dan pencapaian sasaran inflasi.
2. Komunikasi kebijakan moneter mencakup pengumuman dan penjelasan pencapaian sasaran inflasi, kerangka kerja dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal RDG, serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
3. Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan cara termasuk dan tidak terbatas pada siaran pers, konperensi pers (terutama segera setelah RDG Triwulanan untuk menjelasankan respon kebijakan moneter), publikasi (termasuk penerbitan "Laporan Kebijakan Moneter" atau "Inflation Report"), maupun penjelasan langsung kepada masyarakat.
4. Komunikasi kebijakan moneter disampaikan kepada masyarakat luas termasuk dan tidak terbatas pada media massa, pelaku ekonomi, kalangan pakar dan akademisi.


* Akuntabilitas Kebijakan Moneter
1. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter disampaikan kepada DPR untuk meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam UU.
2. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas Laporan Kebijakan Moneter ("Monetary Policy Report" atau "Inflation Report") secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu.
3. Laporan Kebijakan Moneter disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.
4. Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat yang dilakukan paling lambat Februari tahun berikutnya.


Referensi: direview dari berbagai sumber Bank Indonesia

Kestabilan Nilai Rupiah

Seri: Ekonomika Moneter

Pengantar
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapaian "single objective"-nya.

Kestabilan nilai rupiah
Kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal ini, Bank Indonesia hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI.
Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam.


Pentingnya kestabilan harga
Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.


Pengenalan Inflasi di Indonesia
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator Inflasi : (1). Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas. (2). Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.
Disagregasi Inflasi :
1. Inflasi Inti Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental:
- Interaksi permintaan-penawaran
- Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
- Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Dalam hal ini terdiri dari:
- Inflasi Volatile Food. Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, gangguan penyakit.
- Inflasi Administered Prices. Inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, dll


Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price) , dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR).

Peran Kebijakan Moneter
Mengingat tugas spesifik yang diemban oleh Bank Indonesia seperti tersebut di atas, Bank Indonesia tidak sepenuhnya dapat mengendalikan inflasi, terutama tekanan inflasi yang berasal dari sisi penawaran (cost push inflation). Bank Indonesia, melalui kebijakan moneter, dapat mempengaruhi inflasi dari sisi permintaan, seperti investasi dan konsumsi masyarakat. Misalnya, kebijakan kenaikan suku bunga dapat menge-'rem' pengeluaran masyarakat dan pemerintah sehingga dapat menurunkan permintaan secara keseluruhan yang pada akhirnya dapat menurunkan inflasi. Selain itu, kenaikan suku bunga ini dapat menguatkan nilai tukar melalui peningkatan (positive) interest rate differential. Demikian juga, Bank Indonesia dapat mempengaruhi ekspektasi masyarakat melalui kebijakan yang konsisten dan kredibel. Harapannya adalah sasaran (target) inflasi Bank Indonesia diacu oleh masyarakat dan pelaku ekonomi sehingga inflasi yang terjadi dapat sama atau mendekati sasaran inflasi. Apabila kondisi ini terjadi, maka biaya pengendalian moneter dapat diminimalkan.
Secara teori, kebijakan moneter dapat ditransmisikan melalui berbagai jalur (channel), yaitu jalur suku bunga, jalur kredit perbankan, jalur neraca perusahaan, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi. Dengan melewati jalur-jalur tersebut, kebijakan moneter akan ditransmisikan dan berpengaruh ke sektor finansial dan sektor riil setelah beberapa waktu lamanya (lag of monetery policy) .
Selain kebijakan moneter yang bersifat "langsung" seperti di atas, bank sentral juga dapat mempengaruhi tujuan akhirnya secara "tidak langsung", yaitu melalui berbagai regulasi dan himbauan (moral suassion) kepada sektor perbankan guna mempercepat mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Dalam melaksanakan pengendalian moneter Bank Indonesia diberikan kewenangan dalam menggunakan instrumen moneter berupa tetapi tidak terbatas pada (i) Operasi Pasar Terbuka (open market operation), (ii) penetapan tingkat diskonto (discount rate), (iii) penetapan Giro Wajib Minimum (minimum reserve requirement), dan (iv) pengaturan kredit atau pembiayaan.


Base Money Targetting
Sejak dilepasnya sistem crawling band, Bank Indonesia mentargetkan base money (base money targeting) dalam kerangka kebijakan moneternya. Kerangka tersebut tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia untuk menyerap kembali kelebihan likuiditas di perbankan sebagai dampak dari adanya bantuan likuiditas Bank Indonesia sebagai konsekuensi fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the last resort. Kerangka kebijakan moneter dengan menggunakan program moneter ini diformalkan sebagai bagian dari program IMF.
Base money targeting framework didasarkan pada teori kuantitas uang (quantity theory of money), yaitu MV=PY4 . Efektivitas kerangka ini sangat tergantung kepada stabilitas velocity uang beredar baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, framework ini akan berjalan baik apabila (i) hubungan antara base money dan inflasi stabil, dan (ii) bank sentral dapat mengendalikan uang kartal.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia menghadapi permasalahan dalam menggunakan framework ini. Hal ini disebabkan oleh :
Hubungan M0 dengan P dan Y tidak stabil, karena terdapat perubahan struktural pasca krisis .
Seolah-olah terdapat dua nominal anchor, yaitu pencapaian sasaran inflasi dan target base money Respon kebijakan moneter cenderung backward looking. Cukup sulit mengendalikan base money, karena sebagian besar komponennya terdiri dari uang kartal yang perilakunya lebih dipengaruhi oleh permintaan (demand determined).
Berbagai perubahan-perubahan struktural pasca krisis antara lain ditandai dengan :
- Penerapan floating exchange rate yang menyebabkan volatilitas nilai tukar yang lebih tinggi
- Restrukturisasi dan fungsi intermediasi perbankan terkait dengan program rekapitalisasi dan pergeseran portfolio aset dari kredit ke obligasi.
- Permasalahan sektor riil yang mengakibatkan turunnya permintaan kredit.
- Munculnya berbagai inovasi produk perbankan, diantaranya reksadana.
Studi di Bank Indonesia menyimpulkan bahwa akibat adanya perubahan struktural di atas, peran suku bunga menjadi semakin penting (dibandingkan dengan uang beredar) dalam mempengaruhi inflasi. Untuk itu, perlu dilakukan peninjauan ulang dan perubahan formulasi kerangka kerja kebijakan moneter (monetary policy framework) Bank Indonesia yang selama ini telah dianut, dari pendekatan yang sifatnya pragmatis (eclectic approach) ke dalam suatu framework baru yang sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).


Kebijakan Moneter Sehat
Prinsip-Prinsip Kebijakan Moneter yang Sehat
(i) Mempunyai satu tujuan akhir yang diutamakan (overriding objective), yaitu sasaran inflasi, sebagai kontribusi pokok kebijakan moneter dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, sasaran inflasi ditetapkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya (trade-off) dengan pertumbuhan ekonomi.
(ii) Kebijakan moneter bersifat antisipatif atau forward looking, yaitu dengan mengarahkan kebijakan moneter yang ditempuh saat ini diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan pada periode yang akan datang mengingat adanya efek tunda (lag) kebijakan moneter.
(iii) Mengikatkan diri kepada suatu mekanisme tertentu dalam membuat pertimbangan penentuan respon kebijakan moneter (constrained discretion). Dalam penetapan respon kebijakan moneter, bank sentral mempertimbangkan prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta berbagai variabel lain. Termasuk pertimbangan mengenai kebijakan ekonomi Pemerintah dalam kerangka koordinasi kebijakan moneter dengan kebijakan makro lain.
(iv) Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat (good governance), yaitu berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas.

Referensi direview dari sumber Bank Indonesia

Saturday, October 20, 2007

Metafisik, Moral dan Sains

Review: Filsafat Ilmu Ekonomi


Metafisik, Moral dan Sains

Pendahuluan
Satu alasan mengapa kehidupan modern tidak nyaman adalah bahwa kita telah menumbuhkan self-conscious tentang hal-hal yang sebelumnya kita terima begitu saja. Sebelumnya orang percaya pada apa yang mereka percaya karena mereka pikir itu adalah benar atau karena itu adalah apa yang orang bijak katakan benar. Namun sejak Freud menunjukkan kepada kita tentang rasionalisasi dan Marx menunjukkan bagaimana ide-ide muncul dari ideologi, kita mulai bertanya mengapa kita percaya pada apa yang kita percaya?
Ketika mencoba menjawab pertanyaan ini, kita terjebak pada apa yang disebut sebagai sebuah impenetrable fog dimana semua tergantung pada apa yang kita artikan. Jika demikian halnya, maka hidup menjadi tidak mungkin sehingga kita harus mencari jalan keluarnya. Kita harus mencari akar dari keyakinan kita. Di tengah-tengah upaya mencari jawaban atas mengapa terbentuk sebuah ideologi, kita akan temukan bahwa kehidupan ekonomi atau ilmu ekonomi itu sendiri akan selalu menjadi bagian dari ruling ideology dari masa ke masa, sekaligus merupakan sebuah metode penyelidikan ilmiah.


Ideologi vs. Sains
Bagaimana membedakan ideologi dengan sains? Pertama kita harus tahu apa yang dimaksud sebagai definisi. Penting kiranya untuk membedakan mana yang merupakan logical definitions dan mana yang merupakan kategori alami sejarah. Contoh, sebuah titik adalah sesuatu yang didefinisikan sebagai memiliki posisi namun tidak memiliki magnitude. Tentu saja tidak seorang pun telah melihat sebuah titik. Titik adalah logical abstraction. Bagaimana dengan seekor gajah?
Gajah itu seperti sebuah ideologi. Dia exists dan dapat dideskripsikan dan kita dapat berdebat tentangnya. Namun untuk menyelesaikan sebuah perdebatan, tidak menarik kiranya jika kita menggunakan logical definition. Yang diperlukan bukanlah definisi tapi kriteria.
Apa kriteria dari proposisi ideologi dan –bukan proposisi ilmiah-? Pertama, jika proposisi ideologi diperlakukan dengan cara logis, maka akan menjadi meaningless noise atau akan menghasilkan circular argument. Contoh: pernyataan semua orang sama. Kata “sama” mengandung arti kuantitas. Pertanyaannya, apakah ini merujuk pada tinggi badan, berat badan atau apa? Kata “sama” tanpa adanya penjelasan dalam hal apa akan sepenuhnya menjadi sebuah noise.
Kedua, ciri khas dari proposisi metafisik adalah bahwa ia tidak dapat diuji. Dia mengatakan sesuatu tentang kehidupan nyata tapi kita tidak dapat belajar darinya. Kita juga tidak dapat mengatakan dunia akan berubah menjadi seperti apa tanpanya. Yang bisa kita katakan adalah dunia akan sama seperti saat ini, namun tanpa noises tentang al ini. Proposisi metafisik tidak dapat dibuktikan salah.
Ketiga, meskipun demikian, pernyataan metafisik bukan tanpa isi. Pernyataan ini mengekspresikan sebuah pandangan dan memformulasikan perasaan yang menjadi pegangan dalam bertindak. Slogan “semua orang sama’ merupakan bentuk protes atas pengistimewaan sejak lahir. Proposisi ini menyediakan pijakan untuk menarik hipotesis. Misalnya, dalam slogan “semua orang sama”, mungkin bisa duji apakah kelas sosial atau warna kulit berkorelasi dengan distribusi innate ability.


Egoism vs. Altruistic
Apakah sebuah ideologi dapat atau tidak dihilangkan dalam pemikiran di ilmu sosial, ideologi merupakan keniscayaan dalam dunia nyata kehidupan sosial. Sebuah masyarakat tidak dapat exist tanpa anggota-anggotanya memiliki perasaan yang sama tentang apa yang patut dilakukan dalam berhubungan satu sama lain, dan perasaan umum ini diekspresikan dalam ideologi.
Dari sudut pandang evolusi, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa ideologi adalah substitusi dari instinct. Binatang mengetahuinya begitu saja, sementara kita harus diajari. Karena standar perilaku yang proper tidak diturunkan dari gen, maka bentuk dari ideologi ini bisa macam-macam, tapi suatu standard moralitas penting bagi social animal seperti manusia.
Kebutuhan biologis akan moralitas muncul karena untuk sebuah spesies mampu bertahan hidup, dia dalam satu sisi harus egois – dia perlu mendapatkan makanan baginya, dan bagi keluarganya. Sebaliknya kehidupan sosial menjadi tidak mungkin tanpa adanya mitigasi atas self-interest motivation dengan penghormatan dan kasih sayang kepada orang lain. Sebuah masyarakat yang tidak memiliki mitigasi akan naluri egoisnya akan hancur; sebaliknya seorang individu yang sepenuhnya altruistik menjadi kelaparan. Jadi, harus ada mekanisme yang membuat individu menjaga aturan (rules) ketika aturan ini berbenturan dengan keuntungan pribadinya.
Adam Smith menurunkan moralitas dari perasaan simpati, dengan mengatakan bahwa meskipun seseorang itu egois, dia bahagia melihat orang lain bahagia meski dia tidak mendapatkan apa-apa. Rasa belas kasihan, dan juga perasaan sedih ketika melihat orang lain sedih itu ada. Sentimen-sentimen ini muncul tanpa ada maksud supaya sesorang tampak baik dan manusiawi, meski bisa saja begitu.
Hal ini benar selama dua hal di atas tidak dalam konflik. Jika ada konflik, maka saya akan menyelamatkan diri saya atas beban kamu –simpati tidak cukup untuk menghentikan saya. Karena impuls egois lebih kuat daripada altruistik, maka perlakuan orang lain akan berimbas pada kita. Mekanisme tentang bagaimana sesorang dikenakan adalah moral sense atau kesadaran individu. Sebagai contoh, mencuri bukanlah hal yang sangat jahat. Namun ketika kita bicara orang kaya merampok orang miskin maka kita menjadi sangat tidak suka. Jika sebaliknya, kita sedikit bahagia. Contohnya ketika Robin Hood mencuri, dia memang salah; namun kita tidak sepenuh hati juga dengan polisi. Meskipun demikian kurangnya kejujuran sangat merupakan masalah sangat besar bagi masyarakat. Ini adalah sumber dari beban dan secara luas melemahkan.
Jika tidak ada penghargaan atas hak milik pribadi, maka akan mustahil bicara tentang standar hidup. Misalnya, ketika akan panen, maka harus ada orang yang menjaga lahan agar tidak dicuri. Untuk menciptakan takut akan hukuman dengan kekuatan semacam ini mahal, tidak efektif dan rentan terhadap counter-attack. Kejujuran jauh lebih murah. Tapi perhatikan bahwa kejujuran orang lain penting untuk kenyamanan saya. Jika semua orang jujur kecuali saya, maka saya dalam posisi yang sangat menguntungkan.
Johnson mengatakan bahwa kebahagiaan sebuah masyarakat adalah suatu yang dicita-citakan. Di Sparta mencuri diperbolehkan by general consent sehingga mencuri bukanlah kejahatan. Namun akibatnya tidak ada keamanan; hidup macam apa tanpa adanya keamanan. Tanpa kebenaran, pastilah ada kehancuran masyarakat.
Jadi, meski mencuri tidak mendapatkan hukuman yang setimpal, rasa penghargaan terhadap hak milik orang lain harus diajarkan. Ini adalah technical necessity, untuk membuat kehidupan sosial mungkin. Jadi isunya bukan apakah pencuri merasa salah dan yang lain memiliki rasa yang lebih benar. Poin-nya bukan pada perasaan subjective masyarakat. Poin-nya adalah pada situasi teknis yang sama – kehidupan sosial dan hak milik individual – membawa pada hasil yang sama: kode moral yang di-backed up dengan sanksi-sanksi.
Manusia memiliki kesadaran akan hal ini, Jadi bukan ada instinct yang membuat pola-pola tertentu, namun kesadaran manusia (pria dan wanita) yang memungkinkan pola masyarakat tumbuh secara berbeda. Isi dari kesadaran tergantung pada masyarakat dimana individu-individu tumbuh. Kesadaran menyatu pada anak melalui proses belajar yang disetujui atau tidak disetujui oleh keluarganya dan ini kemudian bekerja di dalam dan menjadi sebuah keinginan untuk disetujui oleh semua orang. Rasa malu yang dirasakan sendiri secara diam-diam tentu saja kurang menyakitkan dibandingkan jika diketahui oleh orang lain.
Rasa malu adalah alami dan universal, namun apa yang membuat kita malu tergantung pada persetujuan umum. Seperti halnya aturan menyupir di jalan. Ada aturan, dimana kadang harus di sebelah kiri dan kadang di sebelah kanan.
Pada banyak masyarakat hingga saat ini, moralitas ditegakkan melalui agama. Agama berguna dalam rangka memperkuat keinginan individu tentang apa saja yang dia percaya benar sekaligus mengenakan sebuah nilai tentang apa yang dianggap benar. Caranya adalah dengan memberikan rambu-rambu sekaligus pengurangan rasa egosi, dimana yang jahat akan dihukum. Jadi, meskipun tak diketahui publik, rasa malu ini diketahui selain oleh diri sendiri dan juga oleh mata Tuhan yang tak nampak namun ada dimana-mana. Agama juga memberikan kekuatan dan tujuan akan kebaikan terhadap sesama.
Orang-orang yang diajarkan tentang moralitas melalui medium agama percaya bahwa tidak ada motif lain dari melakukan apa yang benar selain dari menghindarkan diri dari hukuman Tuhan: jika tidak ada Tuhan maka tidak ada yang dilarang. Namun ini pernyataan konyol. (Silakan Anda menyupir kendaraan di sebelah kanan di Indonesia.)
Salah satu argumen yang disukai saat ini dari pendukung agama, adalah bahwa agama adalah necessary bagi perilaku yang baik dan keharmonisan sosial. Matinya agama disalahkan sebagai penyebab dari perceraian keluarga, kejahatan dll. Mereka tidak menyadari bahwa moralitas diinginkan dan dihargai karena moralitas itu sendiri. Agama direkomendasikan karena mendukung moralitas, bukan moralitas yang diturunkan dari agama.
Mereka yang tidak percaya pada agama sebaliknya berupaya menurunkan moral feelings dengan alasan. Argumen yang sering muncul adalah seseorang harus melakukan sesuatu yang benar karena jika tidak orang lain juga tidak. Argumen ini menunjukkan kebingungan. Karena akhirnya adalah “semua tergantung pada Anda”. Contoh dari hal ini adalah pemilu. Seringkali bahwa sebuah vote itu decisive sehingga cukup beralasan buat saya untuk datang dan memilih. Namun jika saya adalah seorang konstituen di antara banyak orang, mengapa saya haru memilih? Suara saya tidak akan mempengaruhi apa pun. Dan kemudian orang akan berkata, wah jika semua orang begitu, maka demokrasi akan collapse. Betul, namun saya bukan semua orang, saya hanyalah saya. Orang lain akan membawa kepentingan saya tanpa saya. Poin-nya adalah semua orang semestinya merasa bahwa ini adalah tugas kita untuk memilih, namun seseorang tidak dapat dibujuk dengan alasan. Dia harus berpikir bahwa suatu hal benar untuk dilakukan karena itu benar untuk dilakukan.
Sistem yang lebih sophisticated mencoba mencari moralitas dari kecenderungan tentang arah evolusi. Tapi ini tidak meyakinkan. Kalau saya mengatakan “biarlah evolusi terjadi, namun saya akan melakukan apa yang saya sukai”, bagaimana Anda akan menjawan saya kecuali dengan menunjukkan sense of duty? Sense of duty bisa diturunkan dari sebuah sistem, namun jika sense of duty ini diajarkan sehingga orang memiliki pengetahuan tentangnya, maka tidak perlu ada sebuah teori.
Inti dari semua argumen di atas adalah moralitas tidak diturunkan melalui teologi atau dari sebuah alasan. Jika ini diterima, maka pertanyaan selanjutnya adalah tentang apa isi dari moral feelings ini. Semua sistem etika filosofis adalah upaya untuk memberikan alasan bagi moral feelings; ini bukanlah fakta bahwa kita memiliki perasaan tersebut; namun pada apa, sebuah perilaku didasarkan.
Sebuah sistem ekonomi membutuhkan sejumlah aturan, sebuah ideologi yang menjustifikasinya dan sebuah kesadaran dalam individu yang membuatnya bertahan. Poin-nya adalah kita membuat moral judgment dalam moral system. Organisasi mafia misalnya, kita sukai karena kedisiplinan mereka atau salah seorang mafia kita sukai karena dia dermawan. Namun kita tidak approve mafia menjadi sebuah economic system.
Orang yang berpikiran dangkal percaya bahwa dia tahu perbedaan antara benar dan salah dan kesadarannya adalah satu-satunya pijakan (misalnya, agama). Orang yang lebih sophisticated memahami banyaknya sistem etika, dan mengambil pandangan relatif terhadap pertanyaan-pertanyaan moral. Namun semuanya sama, dalam relativism kita percaya pada certain absolutes. Ada certain basic ethical feelings yang kita semua rasakan. Misalnya, kita semua menyukai kindness to cruelty.
Gunnar Myrdal terlalu jauh mengatakan bahwa “konsep kita sangat value-loaded” dan “tidak dapat didefinisikan kecuali in terms of political valuation”. Contoh: bigger = better; equal = equitable; goods = good; disekuilibrium = ketidaknyamanan dll. Betul bahwa dengan mengambil sistem ekonomi apa adanya, kita dapat mendeskripsikan hal-hal teknis secara objektif. Namun bukan tidak mungkin untuk mendeskripsikan sebuat sistem tanpa adanya moral judgment.
Intinya adalah perbedaan imply pilihan; pilihan imply judgment. Kita tidak bisa menghindar dari membuat judgment karena judgment sudah ada di kepala kita dan meresap dalam hidup. Konflik antara ekonomi dan piety (kebaikan) tidak hanya disebutkan dalam Gospel, namun juga oleh Dr. Johnson. Namun Keynes menunjukkan bahwa kemewahan yang orang kaya berikan dalam bentuk pekerjaan kepada si miskin adalah nyata. Namun ada yang berpendapat bahwa Anda tidak dapat membelanjakan uang untuk barang mewah tanpa melakukan hal baik bagi si miskin. Tidak demikian. Sebenarnya si kaya melakukan hal lebih baik dengan membeli barang mewah daripada memberikannya. Karena, dengan membeli barang mewah dia membuat orang miskin bekerja di industri; sedangkan jika si kaya memberikannya, maka dia membuat si miskin tetap menganggur. Namun, memang ada kebaikan dengan memberikannya secara langsung dalam bentuk donasi daripada membelanjakan uang untuk barang mewah meski ketika melakukannya pasti ada rasa kebanggaan juga. Jadi, ini pilihan, apakah si miskin industrious poor atau idle poor? Pay money or give money?
Catat bahwa orang bisa virtuous and sociable without self-denial. Namun sebaliknya, private vices (mementingkan diri sendiri misalnya) adalah public benefits, karena tanpanya tidak ada masyarakat yang dapat makmur atau berkembang.
Schumpeter juga menunjukkan adanya perbedaan antara tentara/politisi/diplomat dengan kaum burjois/pedagang/industrialis. Yang pertama sering mengatakan bahwa yang kedua rationalist dan tidak heroik. Precisely, tujuan mencari laba adalah yang merusak prestis dari kaum pebisnis. Karena ketika kekayaan mampu membeli segala bentuk penghormatan, dia tidak akan pernah mendapatkan penghormatan ini secara cuma-cuma.


Ilmu Ekonomi vs. Teologi
Ilmu ekonomi bukan hanya cabang dari teologi. Ekonomi berusaha keluar dari sentimen-sentimen dan berusaha memperolaeh status sebagai sebuah sains. Kita melihat tadi bagaimana proposisi metafisik bukan hanya mengekspresikan moral feelings, namun juga menyediakan hipotesis.
Metode ilmiah sama halnya seperti seekor gajah – ia exists, dapat dideskripsikan, namun tidak dapat didefinisikan. Pandangan umum mengenai asal generalisasi ilmiah mengatakan bahwa generalisasi ilmiah dilahirkan dari proses induksi melalui pengamatan kejadian-kejadian. Ketika seorang bertanya, mengapa kamu percaya bahwa matahari akan terbit esok? Jawabannya tentu saja bukan atas dasar induksi perilaku lalu. Dalam hal ini kita percaya ada teori tentang pergerakan planet yang mana prosesnya tidak diharapkan untuk berhenti keesokan harinya. Proses sains, menurut Professor Popper, adalah proses yang mencoba untuk disprove theories. Tubuh sains terdiri dari teori-teori yang belum di-disproved (gagal untuk dibuktikan).
Kesulitan besar pada ilmu sosial dalam menerapkan metode ilmiah adalah tidak adanya standar penolakan dari sebuah hipotesis yang disepakati. Tanpa adanya controlled experiment, kita hanya bersandar pada interpretasi terhadap bukti, dan interpretasi melibatkan judgment; sehingga kita tidak akan pernah mendapatkan a knock-down answer. Namun karena ekonomi selalu melibatkan moral feelings, maka judgment diwarnai dengan prejudice.
Jalan keluar dari masalah ini bukan dengan menutup prejudice dan mendekati permasalahan dengan purely objective mind. Objektivitas dari sains muncul bukan karena individual is impartial (individu tidak memiliki peran), namun karena banyak orang secara kontinu menguji teori satu sama lain. Jadi, untuk menghindarkan diri dari cross-purposes, ekonom akan mengeskpresikan teorinya dalam bentuk apakah teori ini dapat diuji, yaitu ditolak (atau dibenarkan), melalui pengalaman.
Professor Popper keliru ketika mengatakan bahwa ilmu pasti tidak lebih baik daripada ilmu sosial. Pertama, ilmu sosial selain memuat banyak muatan politis dan ideologis, juga menyebabkan beberapa orang sangat loyal kepadanya. Kedua, karena appeal kepada public experience tidak dapat decisive, seperti layaknya hasil laboratorium dimana seseorang dapat mengulang pengujian yang dilakukan orang lain berkali-kali dalam sebuah eksperimen yang terkontrol, ahli ilmu sosial selalu ditinggalkan dengan sebuah loophole untuk escape melalui “konsekuensi yang dihasilkan dari penyebab yang saya analisis memang berlawanan dari apa yang saya prediksi, namun ini mungkin sekali terjadi jika penyebab tersebut tidak ada”.
Kebutuhan untuk menyandarkan diri pada judgment memiliki konsekuensi yang lain. Kadang ekonom sering dikatakan queasy (sick) dan ill-natured dibandingkan dengan ilmuwan lain. Alasannya, ketika personal judgment penulis terlibat di dalam argumen, ketidaksetujuan merupakan penghinaan. Adam Smith menggambarkan perbedaan antara pembuat puisi dan matematikawan. Pembuat puisi senang ketika dipuji oleh rekan-rekannya dan sering tersinggung ketika karyanya tidak diterima atau dikritik. Matematikawan sebaliknya. Mereka punya the most perfect assurance baik pada kebenaran maupun pada pentingnya penemuan mereka. Namun seringkali merasa indifferent tentang penerimaan orang lain. Kebahagiaan mereka terletak ketika pekerjaannya disetujui, tanpa terlalu merasa marah ketika pekerjaan ini diabaikan.
Ekonom tidak seburuk pembuat puisi. Kurang adanya sebuah metode yang disetujui dan diterima untuk mengurangi errors introduces elemen personal untuk masuk dalam kontroversi ekonomi yang merupakan masalah di atas semua itu. Masalah personal adalah produk langsung dari kesulitan utama, yaitu ketika metode eksperimental kurang tersedia, dan ekonom tidak dipaksa secara tegas untuk mengurangi konsep metafisik untuk istilah-istilah yang dapat disalahartikan. Jadi ekonom pincang dengan satu kaki berdiri di atas untested hypothesis dan kaki lain berpijak pada untestable slogans. Di sinilah tugas kita untuk menyeleksi sebagik yang dapat dita lakukan dalam campuran antara ideologi dan sains. Kita pasti tidak akan mendapatkan jawaban yang rapi atas pertanyaan-pertanyaan yang ekonom munculkan. Karakteristik utama dari sebuah ideologi yang mendominasi masyarakat kita saat ini adalah puncak dari kebingungan ini. Untuk memahaminya berarti hanya perlu dengan mengungkap kontradiksinya.

Reference: Economic Philosophy by Joan Robinson

Tipe Dasar dan Tools Model Makroekonomi

Review Macroeconomics Advance:
========================

I. Tipe Dasar Model Makroekonomi:
============================
1). Model dengan atau tanpa micro foundation (landasan mikro ekonomi)
*Dengan micro foundation: Teori konsumsi dengan optimisasi pilihan leisure vs konsumsi barang (bersifat trade-off) Leisure(+) --> Konsumsi barang (-) Leisure(-) --> Konsumsi barang (+)
*Tanpa micro foudation: IS-LM --> c = c (y-t)

2). Model dengan atau tanpa market clearing
*Dengan market clearing: Supply sama dengan Demand
*Tanpa market clearing: Supply tidak sama dengan Demand

3). Model dengan atau tanpa policy neutrality
* Dengan policy neutrality (Classical model): dy/dM= 0
* Tanpa policy neutrality (Keynes model): dy/dM > 0

4). Model dengan atau tanpa rational expectation (Ratex)
* Dengan ratex: penyusunan instrumen yang tersedian hari ini untuk memprediksi variabel di t+1. Misal: Ekpektasi pada hari ini tentang suku bunga dimasa depan dibuat berdasarkan seluruh informasi yang tersedia. Pendekatan ini juga biasaya disebut forward-looking model.
* Tanpa ratex: mengunakan pendekatan adaptive expectation atau disebut juga pendekatan backward-looking model.

5). Model dengan atau tanpa stokastik element
* Dengan stokastik element: Individu hidup didua periode (periode 1 dan 2), sehingga perlu konsumsi barang dan jasa untuk 2 periode.- utilitas periode 1 (certaint);- periode berikutnya ada ekspektasi tetapi tergantung pada moment pada periode 2;- ekspektasi dibuat pada saat ini (periode 1);- konstrain: jika punya wealth pada periode 1 untuk konsumsi (C) dan tabungan (S);- periode 2 (periode terakhir): tidak ada tabungan (S) tetapi ada penghasilan dari tabungan periode 1, sehingga pada periode 2 konsumsi (C) lebih besar.
* Tanpa stokastik element: model deterministik (semua pasti): max U (c1) + b.U(C2).

6). Model dengan model static atau model dynamic.
*Model static: hanya 1 periode .
*Model dynamic: lebih dari 2 periode.


II. Tools untuk Mempelajari Model-Model Makro
===================================
1). Linear equation system: untuk ekonometrika sistem persamaan Keynes. Contoh Y = C + G (G (policy) bersifat exogenous, C,Y bersifat endogenous)

2). Linearization: first order Taylor Expansion. misal: y = f(K). Linearkan y disektor K*.

3). Static optimization: tidak ada unsur waktu max. f(K,L)--wL--rK
First order condition (FOC)
---------------------------
* dF/dK = F'K- r = 0; F'K= r (MPK = r)
* dF/dK = F'K - w = 0; F'K = w (MPL = w)

4). Dynamic optimization: ada unsur waktu (t, t+1, t+2, t+3, ....)
a. Data descrete (disebut dynamic programming menggunakan sum)
b. Data Continum (disebut Optimal Control menggunakan integral)

Reference dari berbagai sumber macroeconomics