Tuesday, October 23, 2007

ekonom sebagai ilmuwan

Ekonom sebagai ilmuwan


Setiap bidang ilmu memiliki bahasa dan cara berpikirnya masing-masing. Matematikawan berbicara mengenai aksioma, integral dan ruang vektor. Psikolog berbicara mengenai ego, identitas diri, dan disonansi kognitif. Pengacara berbicara mengenai tempat kejadian perkara, dakwaan dan kesepakatan.
Para ekonom mencoba menyelesaolam pokok permasalahan mereka dengan obyektivitas seorang ilmuwan. Mereka melakukan pendekatan studi ekonomi dengan cara yang sama dengan seorang fisikawan ketika mempelajari material dan seorang ahli biologi ketika mempelajari kehidupan: menciptakan teori-teori, mengumpulkan data, menganalisisnya sebagai usaha pembuktian, serta mencari kesalahan teori-teori mereka.
Bagi pemula, sepertinya aneh untuk menyatakan bahwa ilmu ekonomi merupakan sains karena para ekonom tidak bekerja dengan menggunakan tabung percobaan atau teleskop. Namun, inti sains adalah metode ilmiah--pengembangan dan pengujian teori yang obyektif mengenai bagaimana dunia bekerja. Metode penelitian ini dapat diterapkan untuk mempelajari perekonoian suatu negara sebagaimana diterapkan untuk mempelajari gravitasi bumi atau evolusi spesies. Seperti yang dikatakan Albert Einstein, "seluruh ilmu pengetahuan tidak lain adalah perbaikan pemikiran setiap hari".
Walaupun komentar Einstein benar bagi ilmu-ilmu sosial seperti ekonomi dan juga benar bagi ilmu-ilmu alam seperti fisika, sebagian besar orang tidak terbiasa melihat masyarakat melalui cara pandang seorang ilmuwan.


Metode Ilmiah: observasi, teori dan observasi lagi
Isaac Newton, ilmuwan dan matematikawan terkenal dari abad ke-17, menurut cerita menjadi penasaran saat suatu hari melihat sebuah apel jatuh dari pohonnya. Observasi ini mendorong Newton untuk mengembangkan sebuah teori gravitasi yang diterapkan bukan hanya pada sebuah apel yang jatuh ke bumi tetapi juga pada dua buah obyek apa pun di alam semesta ini. Pengujian berikutnya dari teori Newton telah menunjukkan bahwa teori tersebut berlaku dalam banyak keadaan (walaupun, seperti yang nantinya ditekankan oleh Einstein, tidak berlaku dalam semua keadaan). Karena teori Newton berhasil menjelaskan observasi, saat ini teori Newton masih diajarkan dalam kuliah-kuliah fisikan diseluruh dunia.
Keadaan saling mempengaruhi antara teori dan observasi juga terjadi dalam ilmu ekonomi. Seorang ekonom mungkin tinggal di sebuah negara yang sedang mengalami kenaikan harga-harga dengan cepat dan tergerak oleh pengamatan ini untuk mengembangkan teori inflasi. Teori tersebut mungkin menegaskan bahwa inflasi yang tinggi terjadi apabila pemerintah mencetak terlalu banyak uang. Untuk menguji teori ini, para ekonom mengumpulkan dan menganalisis data harga-harga dan uang dari berbagai negara. Bila pertumbuhan dalam jumlah uang ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan kenaikan harga-harga, ekonom tersebut akan mulai meragukan keasbsahan teori inflasinya. Bila pertumbuhan uang dan inflasi ternyata berkaitan erat dan didukung data internasional, yang memang merupakan fakta, ekonom akan menjadi lebih yakin atas teorinya.
Walaupun para ekonom menggunakan teori dan observasi seperti para ilmuwan lainnya, mereka menghadapi rintangan yang menyebabkan tugas mereka sangat menantang: eksperimen sering kali sulit dilakukan dalam ilmu ekonomi. Para fisikawan yang sedang mempelajari gravitasi dengan mudah dapat menjatuhkan obyek apa pun di laboratorium untuk mengumpulkan data dalam rangka menguji teori mereka. Sebaliknya, para ekonom yang sedang mempelajari inflasi tidak boleh dengan mudahnya memanipulasi kebijakan moneter suatu negara untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Para ekonom, seperti para astronomi dan para ahli biologi evolusioner biasanya harus mengumpulkan data dari berbagai kejadian nyata yang diberikan dunia kepada mereka, apa adanya.
Untuk menggantikan eksperimen laboratorium, para ekonom memberikan perhatian besar pada eksperimen-eksperimen alamiah yang terjadi dalam sejarah. Ketika perang Timur Tengah menganggu aliran minyak mentah, misalnya, harga minyak melambung di seluruh dunia. Bagi para konsumen minyak dan produk minyak, kejadian seperti itu menurunkan standar hidup. Bagi para pembuat kebijakan ekonomi, sulit membuat pilihan bagaimana cara memberikan tanggapan terbaik. Namun bagi para ilmuwan ekonomi, kejadian seperti itu memberikan pelung untuk mempelajari dampak sumber daya alam terutama terhadap perekonomian dunia, dan peluang ini bertahan lama bahkan sampai setelah perang berakhir. Bagian-bagian ini sangat berharga untuk dipelajari karena memberikan kita pemahaman mengenai perekonomian masa lampau dan lebih penting lagi, karena memungkinkan kita untuk menjelaskan dan mengevaluasi teori-teori ekonomi masa kini.


Peran Asumsi-Asumsi
Apabila anda bertanya kepada seorang fisikawan berapa lama waktu yang dibutuhkan sebuah kelereng untuk jatuh dari puncak gedung berlantai sepuluh, fisikawan tersebut akan menjawab dengan mengasumsikan bahwa kelereng jatuh dalam ruang vakum. Tentu saja, asumsi ini salah. Kenyataannya, gedung tersebut dikelilingi oleh udara, yang menimbulkan gesekan pada kelereng yang jatuh dan memperlambat kecepatannya. Namun, fisikawan tersebut mungkin akan mengasumsikan bahwa gesekan pada kelereng sangat kecil sehingga efeknya dapat diabaikan. Mengasumsikan kelereng jatuh dalam ruang vakum sangat menyederhanakan masalah tanpa secara substansial mempengaruhi jawaban.
Para ekonom membuat asumsi-asumsi untuk alasan yang sama: asumsi-asumsi dapat menyederhanakan dunia yang kompleks dan menjadikannya lebih mudah dipahami. Untuk mempelajari dampak perdagangan internasional, misalnya, kita dapat mengasumsikan bahwa dunia hanya terdiri atas dua negara dan tiap negara hanya menghasilkan dua jenis barang. Tentu saja, dunia nyata terdiri atas banyak negara dan masing-masing menghasilkan ribuan jenis barang yang berbeda. Namun dengan mengasumsikan dunia negara dan dua jenis barang, kita dapat memusatkan perhatian kita. Sekali kita memahami perdagangan internasional dalam dunia hayalan dengan dua negara dan dua jenis barang, kita dapat memahami perdagangan internasional dalam dunia yang lebih kompleks yang kita tempati ini dengan lebih baik.
Seni dalam berpikir ilmiah--dalam fisika, biologi, atau ekonomi--adalah menentukan asumsi-asumsi yang dibuat. Misalnya, anggaplah bahwa kita menjatuhkan sebuah bola dari puncak gedung, alih-alih kelereng. Seorang fisikawan akan menyadari bahwa asumsi tanpa gesekan semakin kurang akurat dalam kasus ini. Gesekan menimbulkan gaya yang lebih besar pada bola dibanding pada kelereng karena bola berukuran lebih besar. Asumsi bahwa gravitasi bekerja dalam ruang vakum masuk akal untuk mempelajari kelereng yang jatuh tapi tidak untuk mempelajari bola yang jatuh.
Sama halnya, para ekonom menggunakan asumsi-asumsi yang berbeda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berbeda. Anggaplah kita ingin mempelajari apa yang terjadi pada perekonomian ketika pemerintah mengubah jumlah uang dalam sirkulasi. Bagian penting dari analisis ini adalah bagaimana harga-harga berubaha kerena hal tersebut. Banyak harga tidak sering berubah dalam perekonomian; misalnya harga majalah hanya berubah setiap beberapa tahun. Mengetahui tentang dakta ini akan menuntun kita dalam membuat asumsi-asumsi berbeda ketika mempelajari dampak dari perubahan kebijakan untuk jangka waktu yang berbeda. Untuk mempelajari dampak jangka pendek dari kebijakan tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa harga-harga tidak berubah banyak. Kita bahkan dapat membuat asumsi ekstrem dan menipu, yaitu bahwa semua harga tetap. Akan tetapi, untuk mempelajari jangka panjang dari kebijakan tersebut, kita dapat mengasumsikan bahwa semua harga sangat fleksibel. Seperti seorang fisikawan dapat menggunakan asumsi-asumsi yang berbeda ketika mempelajari kelereng dan bola yang jatuh, para ekonom menggunakan asumsi-asumsi yang berbeda ketika mempelajari dampak jangka pendek dan jangka panjang akibat perubahan jumlah uang.


Model-model Ekonomi
Ahli biologi mengajarkan anatomi dasar dengan tiruan tubuh manusia dari plastik. Model-model ini memiliki organ-organ utama, yaitu jantung, hati, ginjal dan seterusnya. Model ini memungkinkan pengajar untuk menunjukkan kepada para siswa, secara sederhana bagaimana bagian-bagian tubuh yang penting dapat saling bersesuaian. Tentu saja, model plastik tidak sama dengan tubuh manusia sebenarnya, dan tidak akan ada seorang pun mengatakan bahwa model itu merupakan manusia asli. Model-model ini sengaja dibuat dengan mengabaikan banyak bagian kecil. Namun, sekalipun model ini tidak nyata, mempelajarinya justru sangat bermanfaat untuk mengetahui bagaimana tubuh manusia bekerja.
Para ekonom juga menggunakan model-model untuk mempelajari dunia, namun bukan dengan bahan plastik. Model-model yang mereka gunakan sering tersusun atas diagram-diagram dan persamaan-persamaan. Seperti model plastik yang dipergunakan ahli biologi, model-model ekonomi mengabaikan banyak bagian kecil untuk memungkinkan kita melihat apa yang sebenarnya penting. Sama halnya seperti model yang digunakan ahli biologi yang tidak mencakup seluruh otot dan pembuluh darah tubuh, model yang digunakan seorang ekonom juga tidak mencakup setiap bagian perekonomian.
Begitu kita menggunakan model-model untuk menelaah berbagai isu ekonomi, kita akan melihat bahwa semua model dibangun dengan asumsi. Seperti seorang fisikawan memulai analisis jatuhnya kelereng dengan mengasumsikan bahwa gesekan dapat diabaikan, para ekonom juga mengasumsikan tidak adanya bagian-bagian kecil perekonomian yang tidak relevan dalam mempelajari pertanyaan yang sedang dihadapi. Semua model--dalam fisika, biologi, atau ekonomi--menyederhanakan kenyataan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman kita.

Monday, October 22, 2007

mengapa para ekonom tidak pernah sepaham

Mengapa Para Ekonom Tidak Pernah Sepaham

"Bila semua ekonom ditempatkan dari ujung ke ujung, mereka tidak akan mencapa suatu kesimpulan". Sindiran dari George Bernard Shaw ini membuka pemikiran kita. Para ekonom sebagai suatu kelompok seringkali menuai kritik karena memberikan saran yang saling bertentangan kepada para pembuat kebijakan. Presiden Ronald Reagen sekali waktu melontarkan lelucon, apabila permainan Trivial Pursuit dirancang bagi para ekonom, permainan tersebut akan memiliki 100 pertanyaan dan 3.000 jawaban.Mengapa para ekonom sering memberikan saran yang saling bertentangan kepada para pembuat kebijakan? ada dua alasan dasar:(1). Para ekonom mungkin tidak setuju atas keabsahan teori-teori positif alternatif mengenai bagaimana dunia bekerja.(2). Para ekonom mungkin memiliki nilai-nilai yang berbeda dan, oleh sebab itu memiliki pandangan normatif yang berbeda mengenai kebijakan yang seharusnya dilakukan.
Perbedaan-Perbedaan dalam Penilaian IlmiahBeberapa abad lalu, para astronom berdebat manakah di antara bumi dan matahari yang merupakan pusat tata surya. Baru-baru ini, para ahli meteorologi berdebat apakah bumi sedang menghadapi pemanasan global, dan apabila demikian, mengapa. Ilmu pengetahuan merupakan pencarian atas pemahaman mengenai dunia di sekitar kita. Tidaklah mengejutkan bahwa ketika pencarian terus berlanjut, para ilmuwan bisa berselisih paham mengenai arah yang tepat untuk menemukan kebenaran.Para ekonom sering tidak setuju dengan alasan serupa. Ekonomi merupakan ilmu baru, dan masih banyak yang harus dipelajari. Para ekonom kadang-kadang berselisih paham karena mereka memiliki dugaan-dugaan yang berbeda mengenai keabsahan teori alternatif atau mengenai ukuran parameter-parameter penting.Sebagai contoh, para ekonom tidak setuju mengenai apakah pemerintah harus memungut pajak berdasarkan pendapatan rumah tangga atau pembelanjaan rumah tangga. Para pendukung perubahan dari pajak pendapatan ke pajak pengeluaran percaya bahwa perubahan tersebut akan mendorong rumah tangga untuk menabung lebih banyak, karena pendapatan yang ditabung tidak akan dikenai pajak. Tabungan yang lebih tinggi kemudian akan membawa pertumbuhan yang lebih pesat dalam produktivitas dan standar hidup. Para pendukung sistem pajak pendapatan percaya bahwa tabungan rumah tangga tidak akan banyak merespons perubahan undang-undang pajak. Kedua kelompok ekonom ini memegang pandangan normatif berbeda mengenai sistem pajak karena mereka memiliki pandangan positif berbeda mengenai respons tabungan terhadap insentif pajak.

Perbedaan-Perbedaan dalam NilaiBanyangkan bahwa Peter dan Paul mengambil jumlah air yang sama dari sumur kota. Untuk membayar biaya pemeliharaan sumur, kota mengenakan pajak kepada para warganya. Peter memiliki pendapatan $50.000 dan dikenakan pajak $5.000, atau 10 persen dari pendapatannya. Paul memiliki pendapatan $10.000 dan dikenakan pajak $2.000, atau 20 persen dari pendapatannya.Apakah kebijakan ini tidak adail? Bila tidak, siapa yang membayar terlalu besar dan siapa yang membayar terlalu kecil? apakah ada bedanya jika pendapatan Paul yang rendah ini disebabkan oleh cacat medis yang dideritannya, atau karena keputusannya untuk berkarier dalam dunia seni peran? apakah ada bedanya jika pendapatan Peter yang tinggi adalah karena warisan yang besar, atau karena kerelaannya mengerjakan sesuatu yang membosankan dengan jam kerja yang banyak?Ini adalah pertanyaan-pertanyaan sulit yang sering mengundang perselisihan paham dimasyarakat. Bila kota ini menyewa dua ahli untuk mempelajari bagaimana seharusnya kota tersebut mengenakan pajak kepada warganya untuk membayar biaya sumur, kita tidak akan terkejut apabila mereka memberikan saran yang saling bertentangan.Contoh sederhana ini memperlihatkan mengapa para ekonom kadang-kadang berselisih paham mengenai kebijakan publik. Seperti yang telah diketahui adanya analisis positif dan normatif, kebijakan-kebijakan tidak bisa dinilai atas dasar-dasar ilmiah saja. Para ekonom kadang-kadang memberikan saran yang saling bertentangan karena mereka memiliki nilai-nilai yang berbeda. Menyempurnakan ilmu ekonomi tidak akan mengungkapkan kepada kita apakah Peter atau Paul yang membayar terlalu banyak.
Persepsi versus RealitasKarena adanya perbedaan dalam penilaian-penilaian ilmiah dan nilai-nilai, beberapa perbedaan pendapat di antara para ekonom tidak terhindarkan. Namun, kita tidak boleh membesar-besarkan perbedaan pendapat itu. Dalam banyak kasus, para ekonom memberikan pandangan yang seragam.Dalam survei yang dilakukan terhadap para ekonom di dunia bisnis, pemerintahan, dan akademik. Dalil pertama adalah mengenai pengendalian biaya sewa. Hampir semua ekonom percaya bahwa pengendalian biaya sewa berdampak buruk terhadap ketersediaan dan kualitas perumahan, dan merupakan cara yang memakan biaya sangat besar dalam menolong anggota masyarakat yang paling membutuhkan. Meskipun demikian, banyak pemerintah kota memilih untuk mengabaikan saran para ekonom dan menempatkan batas tertinggi pada biaya sewa sehingga para pemilik rumah sewaan membebankannya kepada para penyewanya.Dali kedua adalah mengenai tarif dan kuota impor, dua kebijakan yang membatas perdagangan antarbangsa. Hampir semua ekonom menentang pembatasan-pembatsan terhadap perdagangan bebas. Meskipun demikian, selama bertahun-tahun, Presiden dan Kongres memilih untuk membatasi impor barang-barang tertentu. Pada tahun 2002, misalnya, pemerintahan Presiden Bush membebankan tarif yang tinggi pada baja untuk melindungi produsen baja domestik dari persaingan asing. Pada kasus ini, para ekonom memberikan saran yang seragam, namun para pembuat kebijakan memilih untuk mengabaikannya.Mengapa kebijakan-kebijakan seperti pengendalian biaya sewa dan pembatasan perdagangan tetap berlangsung bila para ahli bersatu menentangnya? alasanya bisa jadi karena para ekonom belum meyakinkan masyarakat umum bahwa kebijakan-kebijakan inilah yang diinginkan.


Referensi: the fundamental of economics by N.Gregory Mankiw

ekonom sebagai penasehat kebijakan

Ekonom sebagai penasihat kebijakan

Seringkali ekonom diminta menjelaskan penyebab-penyebab terjadinya banyak peristiwa ekonomi. Misalnya, mengapa pengangguran pekerja remaja lebih tinggi dibandingkan pekerja yang lebih tua? Kadang-kadang ekonom diminta mengusulkan kebijakan-kebijakan untuk memperbaiki hasil-hasil ekonomi. Misalnya, apa yang harus dilakulan oleh pemerintah untuk memperbaiki kesejahteraan pekerja remaja? Ketika para ekonom mencoba menjelaskan pada dunia, mereka bertindak sebagai ilmuwan. Ketika mereka mencoba untuk memperbaikinya, mereka bertindak sebagai penasihat kebijakan.Untuk membantu menjelaskan dua peranan yang dimainkan para ekonom, kita mulai dengan membahas penggunaan bahasa. Karena ilmuwan dan penasihat kebijakan memiliki tujuan yang berbeda, mereka menggunakan bahsa dalam cara yang berbeda.Sebagai contoh, anggaplah bahwa dua orang sedang membahas undang-undang upah minimum. Berikut ini adalah dua pernyataan yang mungkin anda dengar:
Polly: undang-undang upah minimum menyebabkan pengangguran.Norma: pemerintah seharusnya menaikkan upah minimum.
Terlepas dari apakah anda setuju atau tidak dengan pernyataan-pernyataan tersebut, perhatikan bahwa Polly dan Norma memiliki perbedaan mengenai hal yang sedang mereka lakukan. Polly berbicara seperti seorang ilmuwan: Polly sedang membuat pernyataan mengenai bagaimana dunia bekerja. Norma berbicara seperti seorang penasihat ekonomi: Norma sedang membuat pernyataan mengenai bagaimana ia ingin mengubah dunia.Secara umum, pernyataan mengenai dunia terdiri atas dua jenis. Jenis yang pertama, seperti pernyataan Polly, adalah jenis positif. Pernyataan positif (positive statements) bersifat deskriptif. Pernyataan positif berbicara mengenai bagaimana dunia yang sebenarnya. Jenis yang kedua, seperti pernyataan Normam, bersifat normatif. Pernyataan normatif (normative statements) bersifat memberikan petunjuk. Pernyataan normatif berbicara mengenai bagaimana dunia yang seharusnya.Perbedaan utama antara pernyataan positif dan normatif adalah bagaimana kita menilai keabsahannya. Secara prinsip, kita dapat mengeaskan atau menyangkal suatu pernyataan dengan memeriksa bukti-bukti. Seorang ekonom dapat mengevaluasi pernyataan Polly dengan menganalisis data tentang perubahan upah minimum dan perubahan tingkat pengangguran sepanjang tahun. Sebaliknya, mengevaluasi pernyataan normatif melibatkan nilai-nilai dan fakta-fakta. Pernyataan Norma tidak bisa dinilai dengan menggunakan data saja. Memutuskan kebijakan yang baik atau yang buruk bukanlah masalah sains belaka. Hal ini melibatkan pandangan-pandangan kita mengenai etika, agama, dan filsafat politik.Tentu saja, pernyataan positif dan normatif dapat saling terkait. Pandangan-pandangan positif kita mengenai bagaimana dunia bekerja mempengaruhi pandangan-pandangan normatif kita mengenai kebijakan-kebijakan yang diharapkan. Klaim Polly bahwa upah minimum menyebabkan pengangguran, apabila benar, dapat membuat kita menolak kesimpulan Norma bahwa pemerintah seharusnya menaikkan upah minimum. Namun kesimpulan normatif kita tidak bisa muncul dari analisis positif saja; kesimpulan normatif juga melibatkan pertimbangan-pertimbangan nilai.Ketika anda mempelajari ekonomi, ingatlah perbedaan antara pernyataan positif dan normatif. Sebagian besar ilmu ekonomi hanya mencoba menjelaskan bagaimana perekonomian bekerja. Namun, sering kali tujuan ilmu ekonomi adalah memperbaiki cara kerja perekonomian. Ketika mendengar para ekonom membuat pernyataan normatif, anda mengetahui bahwa mereka telah menyeberang dari tugasnya sebagai ilmuwan menjadi penasihat kebijakan.Presiden Harry Truman suatu kali mengatakan bahwa dia ingin mencari seorang ekonom yang "bersisi satu". Ketika Truman meminta kebijakan kepada para ekonomnya, mereka selalu menjawab, "Di satu sisi, ...Di sisi lain,..."Truman benar saat ia menyadari bahwa sara para ekonom tidaklah mudah dipahami. Kecenderungan ini berakar pada salah satu dari sepuluh prinsip ekonomi: orang menghadapi tradeoff. Para ekonom sadar bahwa tradeoff dilibatkan dalam sebagaian besar pembuatan keputusan mengenai kebijakan. Sebuah kebijakan dapat meningkatkan efisiensi dengan mengorbankan pemerataan. Kebijakan tersebut dapat menolong generasi masa depan namun merugikan generasi sekarang. Seorang ekonom yang mengatakan bahwa semua keputusan kebijakan adalah hal yang mudah, adalah seorang ekonom yang tidak dapat dipercaya.Truman bukanlah satu-satunya presiden yang mengandalkan saran-saran para ekonom. Sejak tahun 1946, semua presiden AS telah menerima saran dari Dewan Penasihat Ekonomi, terdiri atas tiga anggota dan staf beranggotakan puluhan ekonom. Dewan tersebut, yang kantornya terletak hanya beberapa langkah dari Gedung Putih tidak memiliki tugas lain selain menasihati presiden dan menulis laporan ekonomi presiden dari tahun ke tahun.Presiden juga menerima masukan-masukan dari para ekonom di berbagai departement administratif. Para ekonom di Departemen Keuangan membantu menyusun kebijakan pajak. Para ekonom di Departemen Tenaga Kerja menganalisis data para pekerja dan pencari kerja dalam rangka membantuk merumuskan kebijakan-kebijakan pasar tenaga kerja. Para ekonom di Departemen Kehakiman membantu menegakkan undang-undang antimonopolit (antitrust).Para ekonom juga dapat ditemukan di luar cabang administratif pemerintah. Untuk memperoleh evaluasi-evaluasi proposal kebijakan yang independen, Kongres mengandalkan saran-saran dari Kantor Anggaran Belanja Parlemen, yang stafnya terdiri atas para ekonom. Bank Sentral, institusi kebijakan moneter pemerintah mempekerjakan ratusan ekonom untuk menganalisis perkembangan perekonomian di AS dan seluruh dunia.Pengaruh para ekonom pada kebijakan melebihi peranan mereka sebagai penasihat: Penelitian-penelitian dan tulisan-tulisan mereka mempengaruhi kebijakan secara tidak langsung. Ekonom John Maynard Keynes mengajukan pengamatan berikut:

"Pemikiran-pemikiran para ekonom dan filsuf politik, baik benar maupun salah, jauh lebih kuat dari yang umumnya diyakini. Sesungguhnya, dunia sangat diatur oleh pemikiran-pemikiran ini. Orang-orang praktis, yang percaya bahwa mereka cukup bebas dari pengaruh-pengaruh intelektual, biasanya menjadi budak beberapa ekonom yang sudah meninggal. Orang-orang gila yang sedang berkuasa, yang mendengar suara-suara di udara, sedang menyaring kegilaan dari beberapa penulis akademis beberapa tahun sebelumnya".


Walaupun kata-kata ini ditulis pada tahun 1935, kata-kata tersebut tetap berlaku saat ini. Sesungguhnya, "penulis akademik" yang sekarang sedang mempengaruhi kebijakan publik kerap kali adalah Keynes sendiri.


Referensi: The fundamental of economics by N. Gregory Mankiw

Sunday, October 21, 2007

Model Ekonomi

Review Microeconomics Advance:

Model Ekonomi
Seperti yang telah diketahui oleh sebagian besar dari anda, ekonomi biasanya didefinisikan sebagai studi tentang alokasi sumberdaya yang langka diantara penggunaan-penggunaan akhir yang bersaingan. Defini ini menekankan dua ciri penting dalam ekonomi yang akan menjadi pusat perhatian kita. Pertama, sumberdaya produktif yang langka--Mereka tidak tersedia dalam jumlah yang memadai untuk memuaskan semua keinginan manusia. Kelangkaan ini menetapkan berbagai batasan baik dalam pilihan yang tersedia bagi masyarakat maupun kesempatan yang terbuka bagi para anggotanya: Tidak ada seorang individu pun yang dapat menggunakan lebih dari 24 jam dalam satu hari. Pilihan-pilihan harus dibuat tentang bagaimana sumberdaya ini dipergunakan. Keharusan untuk membuat pilihan-piliha ini mengarah pada ciri kedua dalam definisi ekonomi ini: perhatian untuk menemukan bagaimana pilihan-pilihan ini sebenarnya dibuat. Dengan meneliti kegiatan konsumen, produsen, pemasok sumber daya, pemerintah dan pemberi suara, para ekonom berusaha memahami bagaimana sumberdaya dialokasikan.

Model-Model Teoritis
Ciri yang paling mengejutkan dalam setiap sistem perekonomian adalah kompleksitas keseluruhannya. Beribu-ribu perusahaan terlibat dalam memproduksi jutaan barang yang berbeda. Jutaan individu bekerja dalam berbagai jenis pekerjaan dan membeli berbagai jenis produk, yang berkisar kacang sampai mobil trailer untuk rumah. Dan dengan satu cara tertentu, semua tindakan tersebut harus dikoordinasikan. Misalnya, ambillah kacang. Kacang harus ditanam pada saat yang tepat, harus dikirimkan kepada para pengolah untuk mengubahnya menjadi mentega kacang, minyak kacang, kacang garing, dan berbagai makanan lainnya. Para pengolah ini pada gilirannya harus memastikan bahwa produk mereka tiba diribuan tempat eceran dalam jumlah yang sesuai untuk memenuhi setiap permintaan.
Karena ciri-ciri perekonomian seperti ini tidak dapat digambarkan dengan perincian yang lengkap, maka para ekonom memilih untuk meringkas kompleksitas yang luas dalam perekonomian di dunia nyata ini dan mengembangkan model-model yang lebih sederhana untuk menangkap "inti" dari proses ekonomi. Seperti sebuah peta jalan yang berguna, sekalipun peta tersebut tidak mencatat setiap rumah atau setiap rumput yang ada dijalan, model ekonomi untuk pasar kacang misalnya, juga sangat berguna sekalipun tidak mencatat semua perincian dalam perekonomian kacang. Kita akan melihat bahwa sekalipun model-model ekonomi tersebut berupa abstraksi dari kompleksitas yang sebenarnya dalam dunia nyata, model-model ini tetap menangkap inti tertentu yang terdapat dalam semua kegiatan perekonomian.
Penggunaan model tersebar baik dalam ilmu alam maupun dalam ilmu sosial. Dalam ilmu fisika, gagasan tentang ruang hampa yang "sempurna" atau sebuah gas "ideal" merupakan abstraksi yang memungkinkan para ilmuwan untuk meneliti fenomena dunia nyata dalam situasi yang disederhanakan. Dalam ilmu kimia, gagasan tentang atom atau molekul pada kenyataannya merupakan model yang disederhanakan untuk struktur materi. Para arsitek menggunakan model tiruan untuk merencanakan bangunan. Para teknisi televisi melihat pada diagram untuk menetapkan dimana masalah terdapat. Demikian pula, para ekonom mengembangkan model sebagai alat bantu untuk memahami masalah perekonomian, model-model yang memperlihatkan bagaimana individu-individu membuat keputusan, cara perusahaan berperilaku, dan cara dimana kedua kelompok ini berinteraksi untuk menetapkan pasar.

* Verifikasi Model Ekonomi
Tentu saja, tidak semua model terbukti "baik" atau "benar". Misalnya, model bahwa bumi adalah pusat pergerakan planet yang dirancang oleh Ptolemy akhirnya diabaikan, karena model ini terbukti tidak mampu menerangkan secara akurat bagaimana planet-planet tersebut bergerak mengelilingi matahari. Tujuan penting dalam sebuah penelitian ilmiah adalah memisahkan model-model yang "buruk" dari model-model yang "baik". Dua metode umum yang dipergunakan untuk memverifikasi model ekonomi ini: (1) pendekatan langsung, yang berusaha menetapkan validitas asumsi-asumsi dasar yang menjadi dasar model tersebut; dan (2) pendekatan tidak langsung, yang berusaha mengkonfirmasi validitas dengan menunjukkan bahwa sebuah model yang disederhanakan dapat secara tepat memprediksi kejadian-kejadian dunia nyata.
Model sebuah perusahaan yang berusaha memaksimumkan laba jelas merupakan penyederhanaan dari kenyataan. Model ini mengabaikan motivasi pribadi dari para manajer perusahaan dan tidak membahas konflik di antara mereka. Model ini mengasumsikan bahwa laba adalah satu-satunya sasaran yang relevan bagi perusahaan; sasaran-sasaran lainnya yang mungkin, seperti memperoleh kekuasaan atau prestise, dipandang tidak penting. Model yang sederhana ini mengasumsikan bahwa perusahaan memiliki informasi yang memadai tentang biaya dan sifat pasar ke mana perusahaan tersebut menjual produknya untuk menemukan bagaimana keputusan-keputusan yang memaksimumkan laba itu sebenarnya. Tentu saja kebanyakan perusahaan di dunia nyata tidak dapat memiliki informasi ini dengan segera. Seperti tersirat di atas, tidak ada satu model pun yang dapat menggambarkan kenyataan dengan tepat. Pertanyaan yang sebenarnya adalah apakah model yang sederhana ini dapat menyatakan diri sebagai model yang baik.

*Pengujian Asumsi Secara Langsung
Salah satu pengujian terhadap model perusahaan yang memaksimumkan laba mengambil pendekatan langsung dan meneliti asumsi-asumsi dasarnya: apakah perusahaan benar-benar berusaha memaksimumkan laba? Para ekonom telah meneliti pertanyaan ini dengan mengirimkan kuesioner kepada para eksekutif dan meminta mereka untuk menyatakan sasaran yang mereka kejar. Hasil dari survei tersebut beragam. Para pelaku bisnis sering kali menyebutkan sasaran-sasaran lain di luar laba atau mereka hanya menyatakan bahwa mereka "berusaha sebaik mungkin" dengan mempertimbangkan informasi mereka yang terbatas. Sebaliknya, kebanyakan responden juga menyebutkan "minat" yang besar terhadap laba dan menyatakan pandangan bahwa maksimisasi laba adalah sasaran yang sesuai. Pendekatan langsung untuk menguji asumsi-asumsi model maksimisasi laba ini karena itu terbukti tidak pasti.

*Pengujian Empiris Secara Tidak Langsung
Beberapa ekonom, terutama Milton Friedman, menolak gagasan bahwa sebuah model dapat diuji dengan memeriksa realitas asumsi-asumsinya. Mereka berargumentasi bahwa semua model teoritis didasari oleh asumsi yang "tidak realitis", sifat pengembangan teori ini sendiri menuntut bahwa kita membuat beberapa abstraksi. Para ekonom ini menyimpulkan bahwa satu-satunya cara untuk menetapkan validitas sebuah model adalah dengan melihat apakah model tersebut mampu menerangkan dan memprediksi kejadian-kejadian dunia nyata. Pengujian akhir untuk sebuah model ekonomi adalah ketika model tersebut dihadapkan dengan data dari perekonomian itu sendiri.
Friedman memberikan ilustrasi yang penting tentang prinsip ini. Ia menanyakan jenis teori apa yang akan dipergunakan untuk menerangkan pukulan-pukulan yang dilakukan oleh para pemain bilyar yang ahli. Ia menyatakan bahwa hukum kecepatan, momentum, dan sudut dalam fisika klasik akan merupakan model teoritis yang sesuai. Pemain-pemain bilyar membuat pukulan seolah-olah mereka mengikuti hukum ini. Tetapi jika kita menanyakan kepada para pemain bilyar tersebut apakah mereka memahami prinsip-prinsip fisika dibalik permainan bilyar, tidak diragukan lagi kebanyakan dari mereka akan menjawab tidak. Bagaimana pun juga, hukum fisika memberikan prediksi yang sangat akurat dan harus diterima sebagai model teoritis yang sesuai untuk menerangkan bagaimana permainan bilyar dimaikan oleh para pemain ahli.
Karena itu, pengujian terhadap maksimisasi laba harus diberikan dengan mencoba memprediksi perilaku perusahaan dunia nyata dengan mengasumsikan bahwa perusahaan-perusahaan ini berperilaku seolah-olah mereka memaksimumkan laba. Jika prediksi-prediksi ini secara wajar sesuai dengan kenyataan, maka kita dapat menerima hipotesis maksimisasi laba. Kenyataan bahwa perusahaan menanggapi kuesioner dengan menyangkal setiap usaha untuk memaksimumkan laba tidak merusaka validitas hipotesis dasar tersebut seperti ketika para pemain bilyar menyatakan ketidaktahuan mereka akan hukum-hukum fisika. Jadi, pengujian akhir bagi setiap teori adalah kemampuannya untuk memprediksi kejadian-kejadian dunia nyata.

Referensi: Microeconomic Theory Basic Principles and Extensions, The Dryden Press, 1994, Walter Nicholson.

Inflation Targeting Framework

Inflation Targeting Framework (ITF)

* Defenisi ITF
ITF merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas, sejak berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai "Inflation Targeting lite countries".

* Alasan pemilihan ITF
1. Pemilihan kerangka kerja kebijakan moneter IT didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut :
- Memenuhi prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).
- Sesuai dengan amanat UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2004.
- Hasil riset menunjukkan semakin sulit pengendalian besaran moneter.
- Pengalaman empiris negara lain menunjukkan bahwa negara yang menerapkan ITF berhasil menurunkan inflasi tanpa meningkatkan volatilitas output.
- Dapat meningkatkan kredibilitas BI sebagai pengendali inflasi melalui komitmen pencapaian target.
2. Penerapan ITF bukan berarti bahwa bank sentral hanya menaruh perhatian pada inflasi saja, dan tidak lagi memperhatikan pertumbuhan ekonomi maupun kebijakan dan perkembangan ekonomi secara keseluruhan. Juga, ITF bukanlah suatu kaidah yang kaku (rule) tetapi sebagai kerangka kerja menyeluruh (framework) untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Fokus ke inflasi tidak berarti membawa perekonomian kepada kondisi yang sama sekali tanpa inflasi (zero inflation).
3. Inflasi rendah dan stabil dalam jangka panjang, justru akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (suistanable growth). Penyebabnya, karena tingkat inflasi berkorelasi positif dengan fluktuasinya. Manakala inflasi tinggi, fluktuasinya juga meningkat, sehingga masyarakat merasa tidak pasti dengan laju inflasi yang akan terjadi di masa mendatang. Akibatnya, suku bunga jangka panjang akan meningkat karena tingginya premi risiko akibat inflasi. Perencanaan usaha menjadi lebih sulit, dan minat investasi pun menurun. Ketidakpastian inflasi ini cenderung membuat investor lebih memilih investasi asset keuangan jangka pendek ketimbang investasi riil jangka panjang. Itulah sebabnya, otoritas moneter seringkali berargumentasi bahwa kebijakan yang anti inflasi sebenarnya adalah justru kebijakan yang pro pertumbuhan.

*Disain ITF
Sasaran Inflasi
1. Sasaran inflasi sebagai sasaran akhir kebijakan moneter ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia. Penetapan sasaran inflasi tersebut mempertimbangkan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi (trade-off) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Sasaran inflasi yang telah ditetapkan Pemerintah untuk tahun 2005, 2006, dan 2007 masing-masing sebesar 6% ±1%, 5.5%±1%, dan 5,0%±1%. Penetapan lintasan sasaran inflasi ini sejalan dengan keinginan untuk mencapai sasaran inflasi jangka menengah panjang sebesar 3% agar Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara Asia lainnya.
Catatan : Salah satu isu jangka pendek yang perlu diperhatikan adalah prakiraan inflasi tahun 2005 dan 2006 yang cenderung lebih tinggi dari sasaran, terutama karena dampak administered prices, volatile foods, dan melemahnya nilai tukar yang lebih besar dari perkiraan semula. Demikian pula dalam pembahasan asumsi makro APBN-P 2005 dan RAPN 2006 juga disepakati angka inflasi yang lebih tinggi, yaitu 7,5% untuk tahun 2005 dan 6,5%-8,0% untuk tahun 2006.

*Indikator Kebijakan Moneter
1. Dalam merumuskan kebijakan moneter, Bank Indonesia akan selalu melakukan analisis dan mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi, khususnya prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, besaran-besaran moneter dan perkembangan sektor ekonomi dan keuangan secara keseluruhan.
2. Demikian pula, Bank Indonesia akan selalu dan terus memperhatikan langkah-langkah kebijakan ekonomi yang ditempuh Pemerintah. Langkah-langkah koordinasi kebijakan yang selama ini telah berlangsung baik akan terus diperkuat dan ditingkatkan.
3. Analisis dan prakiraan berbagai variabel ekonomi tersebut dipertimbangkan untuk mengarahkan agar prakiraan inflasi ke depan sejalan dengan kisaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan.

*Respon Kebijakan Moneter
1. Tujuan dan bentuk respon kebijakan moneter adalah sbb:
- Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi kedepan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi yang telah ditetapkan (konsistensi).
- Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam kenaikan, penurunan, atau tidak berubahnya BI Rate.
- Perubahan (kenaikan atau penurunan) BI Rate dilakukan secara konsisten dan bertahap.
2. Fungsi BI Rate sebagai sinyal kebijakan
- BI Rate adalah suku bunga instrumen sinyaling Bank Indonesia yang ditetapkan pada RDG triwulan untuk berlaku selama triwulan berjalan (satu triwulan), kecuali ditetapkan berbeda oleh RDG bulanan dalam triwulan yang sama. Dengan demikian, rate rata-rate tertimbang hasil lelang SBI pada setiap kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal kebijakan moneter Bank Indonesia.
- BI Rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam RDG sebagai sinyal stance kebijakan moneter (yang lebih jelas dan tegas) dalam merespon prospek pencapaian sasaran inflasi ke depan.
- BI Rate digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan operasi pengendalian moneter untuk mengarahkan agar Rata-Rata Tertimbang Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang OPT (suku bunga instrumen liquidity adjustment) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku bunga SBI 1 bulan diharapkan mempengaruhi suku bunga PUAB dan suku bunga jangka yang lebih panjang.
3. Proses penetapan respon kebijakan moneter
- Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dalam RDG triwulanan.
- Respon kebijakan moneter ditetapkan untuk periode satu triwulan ke depan.
- Penetapan respon kebijakan moneter dilakukan dengan memperhatikan efek tunda (lag) kebijakan moneter dalam mempengaruhi inflasi.
- Dalam kondisi yang luar biasa, penetapan respon kebijakan moneter dapat dilakukan dalam RDG bulanan.
4. Dasar pertimbangan penetapan respon kebijakan
- BI Rate merupakan respon bank sentral terhadap tekanan inflasi ke depan agar tetap berada pada sasaran yang telah ditetapkan. Perubahan BI Rate dilakukan terutama jika deviasi proyeksi inflasi terhadap targetnya (inflation gap) dipandang telah bersifat permanen dan konsisten dengan informasi dan indikator lainnya.
- BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur secara diskresi dengan mempertimbangkan:
*) Rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi, dan
*) Berbagai informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal, variabel informasi, expert opinion, asesmen fakto risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan kebijakan moneter.
5. Respon kebijakan moneter dinyatakan dalam perubahan BI Rate (SBI tenor 1 bulan) secara konsisten dan bertahap dalam kelipatan 25 basis points (bps). Dalam kondisi untuk menunjukkan intensi Bank Indonesia yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran inflasi, maka perubahan BI Rate dapat dilakukan lebih dari 25 bps dalam kelipatan 25 bps.


*Operasi Pengendalian Moneter
1. Berbeda dengan pelaksanaan selama ini yang menggunakan uang primer, sasaran operasional pengendalian moneter adalah BI Rate. Dengan langkah ini, sinyal kebijakan moneter diharapkan dapat lebih mudah dan lebih pasti dapat ditangkap oleh pelaku pasar dan masyarakat, dan karenanya diharapkan pula dapat meningkat efektivitas kebijakan moneter.
2. Pengendalian moneter dilakukan dengan menggunakan instrumen: (i) Operasi Pasar Terbuka (OPT), (ii) Instrumen likuiditas otomatis (standing facilities), (iii) Intervensi di pasar valas, (iv) Penetapan giro wajib minimum (GWM), dan (v) Himbauan moral (moral suassion).
3. Pengendalian moneter diarahkan pula agar perkembangan suku bunga PUAB berada pada koridor suku bunga yang ditetapkan. Langkah ini dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengendalian likuiditas sekaligus untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.


*Koordinasi dengan Pemerintah
1. Koordinasi dengan Pemerintah dimaksudkan agar kebijakan moneter Bank Indonesia sejalan dengan kebijakan umum Pemerintah dibidang perekonomian dengan tetap menjaga tugas dan wewenang masing-masing.
2. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dalam penetapan sasaran inflasi dilakukan sesuai dengan MoU yang telah disepakati antara Pemerintah (cq. Menteri Keuangan) dengan Bank Indonesia, diantaranya adalah:
- Bank Indonesia menyampaikan usulan Sasaran Inflasi kepada Pemerintah selambat-lambatnya bulan Mei pada tahun sebelum periode sasaran inflasi berakhir.
- Dalam hal terjadi kondisi yang luar biasa sehingga Sasaran Inflasi yang telah ditetapkan menjadi tidak realistis dan perlu direvisa, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan perubahan Sasaran Inflasi setelah berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
3. Pentingnya keterlibatan Pemerintah dalam menetapkan inflasi didasarkan pada pertimbangan beberapa faktor. Pertama, tidak semua sumber inflasi di bawah kendali kebijakan Bank Indonesia. Kebijakan pemerintah turut menyumbang inflasi, diantaranya adalah penetapan administered price, upah minimum regional, gaji pegawai negeri, kebijakan di bidang produksi sektoral, perdagangan domestik dan tata niaga impor. Kebijakan pemerintah lainnya (misalnya di bidang politik, keamanan, dan penegakan hukum) juga secara tidak langsung turut mempengaruhi inflasi. Kedua, kebersamaan komitmen pengendalian inflasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia di atas kertas akan menjadikan sasaran inflasi lebih kredibel, karena menjadi "milik bersama". Jika sasaran inflasi sangat kredibel, dalam arti Bank Indonesia dan Pemerintah dinilai akan mampu mencapainya, para pelaku ekonomi akan menyamakan perkiraan inflasi mereka dengan angka sasaran inflasi tersebut. Bila kondisi ini terjadi, Pemerintah dan Bank Indonesia akan lebih mudah menurunkan dan menstabilkan inflasi dalam jangka menengah dan panjang, tanpa harus menelan biaya kebijakan yang terlalu besar.
4. Sebagai tindak lanjut, Bank Indonesia bersama Pemerintah telah membentuk tim penetapan sasaran, pemantauan, dan pengendalian inflasi (selanjutnya disebut Tim Pengendalian Inflasi) yang beranggotakan beberapa departemen teknis. Adapun tugas tim tersebut antara lain mencakup pemberian usul mengenai sasaran inflasi, mengevaluasi sumber-sumber dan potensi tekanan inflasi serta dampaknya terhadap pencapaian sasaran inflasi, merekomendasikan pilihan kebijakan yang mendukung pencapaian sasaran inflasi, serta melakukan diseminasi mengenai sasaran dan upaya pencapaian sasaran inflasi kepada masyarakat. Diharapkan pembentukan Tim Pengendalian Inflasi ini akan meningkatkan koordinasi antara otoritas moneter dengan Pemerintah secara keseluruhan, sehingga sasaran inflasi menjadi tujuan bersama yang credible dan achievable.
5. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah juga dilakukan dalam penetapan asumsi-asumsi makro untuk bahan penyusunan RAPBN, baik melalui rapat koordinasi dengan Departemen Keuangan (dan instansi terkait) maupun dalam pembahasan dengan DPR.
Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah mengenai kebijakan di bidang perekonomian lainnya dilakukan dalam Sidang Kabinet maupun pertemuan-pertemuan lainnya sesuai dengan perkembangan dan permasalahan yang terjadi.


*Transparansi Kebijakan Moneter
1. Kebijakan moneter dikomunikasikan secara berkesinambungan kepada masyarakat untuk meningkatkan kredibilitas kebijakan moneter dalam membentuk ekspektasi dan pencapaian sasaran inflasi.
2. Komunikasi kebijakan moneter mencakup pengumuman dan penjelasan pencapaian sasaran inflasi, kerangka kerja dan langkah-langkah kebijakan moneter yang telah dan akan ditempuh, jadwal RDG, serta hal-hal lain yang ditetapkan oleh Dewan Gubernur.
3. Komunikasi kebijakan moneter dilakukan dengan cara termasuk dan tidak terbatas pada siaran pers, konperensi pers (terutama segera setelah RDG Triwulanan untuk menjelasankan respon kebijakan moneter), publikasi (termasuk penerbitan "Laporan Kebijakan Moneter" atau "Inflation Report"), maupun penjelasan langsung kepada masyarakat.
4. Komunikasi kebijakan moneter disampaikan kepada masyarakat luas termasuk dan tidak terbatas pada media massa, pelaku ekonomi, kalangan pakar dan akademisi.


* Akuntabilitas Kebijakan Moneter
1. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter disampaikan kepada DPR untuk meningkatkan kredibilitas Bank Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang telah ditetapkan dalam UU.
2. Pertanggung-jawaban kebijakan moneter dilakukan dengan penyampaian secara tertulis maupun penjelasan langsung atas Laporan Kebijakan Moneter ("Monetary Policy Report" atau "Inflation Report") secara triwulanan dan aspek-aspek tertentu kebijakan moneter yang dipandang perlu.
3. Laporan Kebijakan Moneter disampaikan pula kepada Pemerintah dan masyarakat luas untuk transparansi dan koordinasi.
4. Dalam hal sasaran inflasi untuk suatu tahun tidak tercapai, maka Bank Indonesia menyampaikan usulan penjelasan kepada Pemerintah sebagai bahan penjelasan Pemerintah bersama Bank Indonesia secara terbuka kepada DPR dan masyarakat yang dilakukan paling lambat Februari tahun berikutnya.


Referensi: direview dari berbagai sumber Bank Indonesia

Kestabilan Nilai Rupiah

Seri: Ekonomika Moneter

Pengantar
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapaian "single objective"-nya.

Kestabilan nilai rupiah
Kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam hal ini, Bank Indonesia hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI.
Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil, diperlukan adanya kerjasama dan komitmen dari seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta. Tanpa dukungan dan komitmen tersebut niscaya tingkat inflasi yang sangat tinggi selama ini akan sulit dikendalikan. Selanjutnya nilai tukar rupiah sepenuhnya ditetapkan oleh kekuatan permintaan dan panawaran yang terjadi di pasar. Apa yang dapat dilakukan oleh BI adalah menjaga agar nilai rupiah tidak terlalu berfluktuasi secara tajam.


Pentingnya kestabilan harga
Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah.


Pengenalan Inflasi di Indonesia
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator Inflasi : (1). Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas. (2). Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.
Disagregasi Inflasi :
1. Inflasi Inti Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental:
- Interaksi permintaan-penawaran
- Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi mitra dagang
- Ekspektasi Inflasi dari pedagang dan konsumen
2. Inflasi non Inti Yaitu inflasi yang dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Dalam hal ini terdiri dari:
- Inflasi Volatile Food. Inflasi yang dipengaruhi shocks dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam, gangguan penyakit.
- Inflasi Administered Prices. Inflasi yang dipengaruhi shocks berupa kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM, tarif listrik, tarif angkutan, dll


Determinan Inflasi
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price) , dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR).

Peran Kebijakan Moneter
Mengingat tugas spesifik yang diemban oleh Bank Indonesia seperti tersebut di atas, Bank Indonesia tidak sepenuhnya dapat mengendalikan inflasi, terutama tekanan inflasi yang berasal dari sisi penawaran (cost push inflation). Bank Indonesia, melalui kebijakan moneter, dapat mempengaruhi inflasi dari sisi permintaan, seperti investasi dan konsumsi masyarakat. Misalnya, kebijakan kenaikan suku bunga dapat menge-'rem' pengeluaran masyarakat dan pemerintah sehingga dapat menurunkan permintaan secara keseluruhan yang pada akhirnya dapat menurunkan inflasi. Selain itu, kenaikan suku bunga ini dapat menguatkan nilai tukar melalui peningkatan (positive) interest rate differential. Demikian juga, Bank Indonesia dapat mempengaruhi ekspektasi masyarakat melalui kebijakan yang konsisten dan kredibel. Harapannya adalah sasaran (target) inflasi Bank Indonesia diacu oleh masyarakat dan pelaku ekonomi sehingga inflasi yang terjadi dapat sama atau mendekati sasaran inflasi. Apabila kondisi ini terjadi, maka biaya pengendalian moneter dapat diminimalkan.
Secara teori, kebijakan moneter dapat ditransmisikan melalui berbagai jalur (channel), yaitu jalur suku bunga, jalur kredit perbankan, jalur neraca perusahaan, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi. Dengan melewati jalur-jalur tersebut, kebijakan moneter akan ditransmisikan dan berpengaruh ke sektor finansial dan sektor riil setelah beberapa waktu lamanya (lag of monetery policy) .
Selain kebijakan moneter yang bersifat "langsung" seperti di atas, bank sentral juga dapat mempengaruhi tujuan akhirnya secara "tidak langsung", yaitu melalui berbagai regulasi dan himbauan (moral suassion) kepada sektor perbankan guna mempercepat mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Dalam melaksanakan pengendalian moneter Bank Indonesia diberikan kewenangan dalam menggunakan instrumen moneter berupa tetapi tidak terbatas pada (i) Operasi Pasar Terbuka (open market operation), (ii) penetapan tingkat diskonto (discount rate), (iii) penetapan Giro Wajib Minimum (minimum reserve requirement), dan (iv) pengaturan kredit atau pembiayaan.


Base Money Targetting
Sejak dilepasnya sistem crawling band, Bank Indonesia mentargetkan base money (base money targeting) dalam kerangka kebijakan moneternya. Kerangka tersebut tidak terlepas dari upaya Bank Indonesia untuk menyerap kembali kelebihan likuiditas di perbankan sebagai dampak dari adanya bantuan likuiditas Bank Indonesia sebagai konsekuensi fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the last resort. Kerangka kebijakan moneter dengan menggunakan program moneter ini diformalkan sebagai bagian dari program IMF.
Base money targeting framework didasarkan pada teori kuantitas uang (quantity theory of money), yaitu MV=PY4 . Efektivitas kerangka ini sangat tergantung kepada stabilitas velocity uang beredar baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, framework ini akan berjalan baik apabila (i) hubungan antara base money dan inflasi stabil, dan (ii) bank sentral dapat mengendalikan uang kartal.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia menghadapi permasalahan dalam menggunakan framework ini. Hal ini disebabkan oleh :
Hubungan M0 dengan P dan Y tidak stabil, karena terdapat perubahan struktural pasca krisis .
Seolah-olah terdapat dua nominal anchor, yaitu pencapaian sasaran inflasi dan target base money Respon kebijakan moneter cenderung backward looking. Cukup sulit mengendalikan base money, karena sebagian besar komponennya terdiri dari uang kartal yang perilakunya lebih dipengaruhi oleh permintaan (demand determined).
Berbagai perubahan-perubahan struktural pasca krisis antara lain ditandai dengan :
- Penerapan floating exchange rate yang menyebabkan volatilitas nilai tukar yang lebih tinggi
- Restrukturisasi dan fungsi intermediasi perbankan terkait dengan program rekapitalisasi dan pergeseran portfolio aset dari kredit ke obligasi.
- Permasalahan sektor riil yang mengakibatkan turunnya permintaan kredit.
- Munculnya berbagai inovasi produk perbankan, diantaranya reksadana.
Studi di Bank Indonesia menyimpulkan bahwa akibat adanya perubahan struktural di atas, peran suku bunga menjadi semakin penting (dibandingkan dengan uang beredar) dalam mempengaruhi inflasi. Untuk itu, perlu dilakukan peninjauan ulang dan perubahan formulasi kerangka kerja kebijakan moneter (monetary policy framework) Bank Indonesia yang selama ini telah dianut, dari pendekatan yang sifatnya pragmatis (eclectic approach) ke dalam suatu framework baru yang sesuai dengan prinsip-prinsip kebijakan moneter yang sehat (sound).


Kebijakan Moneter Sehat
Prinsip-Prinsip Kebijakan Moneter yang Sehat
(i) Mempunyai satu tujuan akhir yang diutamakan (overriding objective), yaitu sasaran inflasi, sebagai kontribusi pokok kebijakan moneter dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, sasaran inflasi ditetapkan dengan mempertimbangkan pengaruhnya (trade-off) dengan pertumbuhan ekonomi.
(ii) Kebijakan moneter bersifat antisipatif atau forward looking, yaitu dengan mengarahkan kebijakan moneter yang ditempuh saat ini diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan pada periode yang akan datang mengingat adanya efek tunda (lag) kebijakan moneter.
(iii) Mengikatkan diri kepada suatu mekanisme tertentu dalam membuat pertimbangan penentuan respon kebijakan moneter (constrained discretion). Dalam penetapan respon kebijakan moneter, bank sentral mempertimbangkan prakiraan inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta berbagai variabel lain. Termasuk pertimbangan mengenai kebijakan ekonomi Pemerintah dalam kerangka koordinasi kebijakan moneter dengan kebijakan makro lain.
(iv) Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat (good governance), yaitu berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas.

Referensi direview dari sumber Bank Indonesia